Internasional

Penembakan Trump Buka Tabir Tradisi Kekerasan Politik di AS

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
15 Juli 2024 22:30
Penembakan Trump Buka Tabir Tradisi Kekerasan Politik di AS
Ilustrasi - Bendera Amerika Serikat. (ANTARA/Pixabay/pri.)

ISTANBUL - Percobaan pembunuhan terhadap mantan presiden AS Donald Trump selama kampanye di Pennsylvania pada Sabtu (13/7/2024) telah menjerumuskan Amerika Serikat ke dalam "babak gelap kekerasan politik", menurut analisis CNN.

Serangan ini kembali mengungkap masa lalu demokrasi AS yang penuh kekerasan, di saat negara tersebut tengah menghadapi ketegangan yang mengakar. Trump terkena tembakan di telinga kanannya tetapi kondisinya dilaporkan baik-baik saja setelah upaya pembunuhan tersebut gagal.

Biro Investigasi Federal (FBI) kemudian mengidentifikasi Thomas Matthew Crooks sebagai tersangka penembak, yang akhirnya ditembak mati di lokasi kejadian. Secret Service, dalam pernyataan terpisah, menyebutkan bahwa penembak melepaskan beberapa tembakan ke arah panggung dari posisi yang tinggi di luar tempat tersebut.

Penembakan ini tidak hanya melukai Trump, tetapi juga menewaskan satu korban dan menyebabkan dua orang lainnya luka kritis. Peristiwa itu terjadi beberapa hari sebelum Trump secara resmi dicalonkan sebagai calon presiden dari Partai Republik untuk pemilihan umum 2024. Dalam sebuah pernyataan, Trump mengatakan bahwa sebuah peluru telah menyerempet telinganya dan menyebabkan pendarahan.

Penembak yang berada di atap di luar perimeter kampanye nyaris mengenai sasaran dan menimbulkan luka yang lebih serius.

Kekerasan Politik

Suara tembakan dan kejadian seorang pemimpin politik jatuh ke tanah mengingatkan kembali kenangan menyakitkan tentang kekerasan politik AS pada masa lalu. Serangan ini juga menandai berakhirnya 43 tahun keamanan bagi presiden dan calon presiden AS, mengingatkan pada pembunuhan John F. Kennedy pada 1963 dan upaya pembunuhan terhadap Ronald Reagan pada 1981.

Penembakan terhadap Trump selama kampanye pilpres ini telah dibandingkan dengan pembunuhan capres Partai Demokrat Robert F. Kennedy pada 1968. Namun, kekerasan politik bukan hanya peninggalan masa lalu. Penembakan terhadap Gabrielle Giffords dari Partai Republik pada 2011, serangan pada latihan bisbol Kongres Partai Republik pada 2017, dan serangan pada 6 Januari 2021 di Gedung Kongres AS adalah pengingat terbaru tentang perjuangan terus-menerus warga Amerika melawan agresi politik.

Implikasi untuk Pilpres 

Upaya pembunuhan terhadap Trump menambah ketidakpastian pada tahun pemilu yang dinilai sudah "tidak dapat diprediksi". Citra Trump sebagai pejuang yang tangguh mungkin semakin mengakar di antara para pendukungnya, yang berpotensi memengaruhi Konvensi Nasional Partai Republik di Milwaukee dan kampanye pemilu yang lebih luas.

Seruan untuk penyelidikan atas pelanggaran keamanan dalam kegiatan kampanye di Pennsylvania telah dimulai, dengan implikasi untuk acara presiden dan kampanye selanjutnya. Wacana politik seputar insiden ini dapat mendorong refleksi tentang intensitas retorika politik dan potensi konsekuensinya di negara tempat senjata api dapat diakses secara luas.

Mantan anggota Partai Republik, Gabrielle Giffords, menanggapi dengan mengatakan bahwa "kekerasan politik itu menakutkan". "Saya tahu. Saya berdiri bersama mantan Presiden Trump dan semua yang terdampak tindakan kekerasan hari ini di hati saya. Kekerasan politik tidak mencerminkan Amerika dan tidak pernah dapat diterima – tidak pernah." (ant)


Berita Lainnya