Opini

Pelajaran-pelajaran penting dari Peristiwa Tanah Syaam

Ditulis Oleh; Imam Shamsi Ali

Shamsi Ali — Satu Indonesia
20 Desember 2024 16:21
Pelajaran-pelajaran penting dari Peristiwa Tanah Syaam
Imam Shamsi Ali (Foto: Istimewa)

NEW YORK - Jujur sebagian dari catatan ini terinspirasi oleh sebuah khutbah Jumat yang disampaikan oleh Sheikh Yasir Qadhi beberapa hari lalu. Saya merasa perlu menyampaikan catatan ini dengan sedikit contekan dari khutbah Syaikh Yasir karena peristiwa pembebasan Suriah dari cengkraman tirani Al-Assad dan genosida di bumi Palestina memiliki makna-makna yang sangat penting untuk kita renungi. Apalagi jika peristiwa ini ditarik ke ranah teologis (keimanan) dan keislaman kita. 

Dalam beberapa haditsnya Rasulullah SAW menyampaikan beberapa keistimewaan dan keutamaan tanah “Syam”, baik berkaitan dengan al-bathalah (heroisme) iman, terkhusus lagi beberapa hal yang terkait dengan kejadian-kejadian akhir zaman. Tanah Syam (Suriah, Jordan, Palestina) memiliki kedudukan yang Istimewa dan khusus. 

Tapi yang ingin saya sampaikan  secara ringkas kali ini adalah tujuh pelajaran penting yang dapat diambil dari kekerasan-kekerasan yang terjadi di tanah Syam. Saya yakin pelajaran-pelajaran ini sangat penting untuk kita semua, baik dalam interaksi antara penguasa dan rakyatnya ataupun interaksi di antara sesama rakyat. 

Ada tujuh pelajaran penting yang ingin saya garis bawahi di catatan ini. 

Satu, bahwa dunia ini memang tidak sempurna. Akan penuh dengan kekurangan, bahkan kekerasan, pengrusakan, pembunuhan dan pertumpahan darah. Bukankah hal ini memang menjadi kekhawatiran para malaikat ketika itu? 

Allah berfirman: “Dan ingatkan ketika Tuhanmu berkata: sesungguhnya Aku menciptakan di atas bumi ini seorang khalifah. Mereka (malaikat) berkata: “Apakah Engkau menciptakan siapa yang akan melakukan pengrusakan dan pertumpahan darah di atasnya? Allah berkata: “sesungguhnya Aku lebih tahu apa-apa yang kalian tidak ketahui”. 

Realita inilah yang kita saksikan mungkin pada skala kecil di Gaza dan apa yang terbuka dengan nyata di hadapan mata kita di Suriah. Sungguh dunia penuh dengan kekerasan, pengrusakan dan pertumpahan darah sebagai bukti dari kekhawatiran para malaikat itu. 

Dua, bahwa keadilan mutlak tak akan selamanya didapatkan di dunia ini. Banyak kezaliman yang tidak mendapatkan balasan. Banyak yang terzholimi tidak mendapatkan hak dan keadilan yang selayaknya. 

Karenanya sangat wajar jika orang-orang beriman meyakini secara penuh adanya hari kepastian, termasuk kepastian hukum dan keadilan. Kita meyakini Allah sebagai Penguasa Hari Penghisaban (maalik yaumuddin) akan menegakkan keadilan itu secara mutlak. 

Kekejaman-kekejaman yang dilakukan kaum zalim baik di Palestina, Suriah dan lain-lain itu tidak sepenuhnya, bahkan mungkin tidak sama sekali, terbalas di dunia ini. Tapi kita percaya, Tuhan Yang Maha Adil akan menegakkan keadilan di Hari yang pasti itu. Allah memastikan: “Apakah Kami akan perlakukan sama orang yang jahat dan orang Muslim?”. 

Tiga, membuktikan kemuliaan Rasulullah SAW dalam hidup dan  kepemimpinannya. Beliau memimpin umat, menaklukkan tanah kelahirannya kembali setelah diusir dan hijrah. Namun dalam kepemimpinan beliau tidak ada dendam, kekejaman, pembunuhan dan pengrusakan. Bahkan peristiwa Fathu Makkah menjadi saksi sejarah kemuliaan dan kasih sayang beliau untuk seluruh semesta (rahmatan lil-alamin). 

Apa yang terjadi di berbagai belahan dunia, dari Afghanistan, Irak, Suriah, Yaman, Libya, dan Gaza Palestina adalah kontra nyata dengan kehidupan agung Rasulullah SAW. Apalagi yang melakukan kekejaman dan kezaliman itu adalah mereka yang mengaku paling terdidik dan beradab (civilized) bahkan mengaku sebagai pejuang HAM (Human rights champions).

Empat, bahwa kezaliman itu bagaimanapun besar dan lamanya di dunia ini pasti berakhir. Berbagai ayat dalam Al-Quran menggariskan bahwa kezaliman berakhir pada waktunya bagaimanapun kuatnya. Sejarah manusia silih berganti dan selamanya kezaliman akan berada di pihak yang tereliminirkan. 

Berbagai kezaliman, kekerasan, pembantaian, pembunuhan massal secara keji di bumi Syam pasti akan berakhir. Tak ada sekecil keraguan dalam dada para Mukmin tentang realita ini. Sejarah para penguasa zalim selalu berujung pada kehancuran dan kehinaan. Karenanya Allah mengingatkan: “berhati-hati dengan kezaliman karena kezaliman adalah kegelapan di hari Kiamat”. 

Lima, peristiwa Bumi Syam membuktikan  bahwa sektarianisme dan perpecahan hanya mengantar kepada kelemahan dan kekalahan. Peristiwa demi peristiwa pahit yang terjadi di bumi Syam, langsung atau tidak, disebabkan oleh sektarianisme. 

Runyamnya lagi seringkali sektarianisme dan perpecahan ini sengaja dirancang oleh para penguasa demi melanggengkan kekuasaannya. Allah menyampaikan muslihat jahat Fir’aun ini: “sesungguhnya Fir’aun menjadi angkuh di atas bumi dan menjadikan masyarakatnya berkelompok-kelompok (syiah)”. 

Itulah yang kita saksikan di tanah Syam, baik di Palestina di mana penduduk/masyarakat Palestina dipecah belah sedemikian tajam. Di Suriah pun demikian, rakyat dibagi-bagi sesuai kepentingan kekuatan besar, termasuk kekuatan luar (Amerika, Rusia, Iran, Turki, dll). 

Enam, kelemahan konsep “nation state” (negara kebangsaan). Konsep nation state dimulai setelah Revolusi Prancis menggantikan konsep kenegaraan dan kebangsaan yang berdasar keyakinan (ideologi).

Negara-negara yang ada di tanah Syam (Palestina, Suriah, Yordania) adalah satu ras yang utuh. Mereka satu etnis, satu bahasa, satu budaya. Tapi konsep nation states memecah belah mereka untuk mudah dikuasai dan dikalahkan oleh penjajah. 

Tentu yang ingin saya tekankan di sini adalah pentingnya membangun wawasan “common ground” yang lebih solid dibanding sekedar batas-batas geografis yang dirancang oleh para penjajah itu. Masanya dunia Islam membangun kebersamaan di atas keyakinan (keimanan). Walau realitanya negara-negara itu punya batas-batas kenegaraan yang berbeda secara geografis. 

Tujuh, kemunafikan mereka bangsa-bangsa kuat, khususnya dunia Barat termasuk Amerika. Berbagai pelanggaran yang terjadi di kawasan tanah Syam kerap kali kesalahan (blame) itu dilemparkan ke muka mereka yang dikorbankan oleh kemunafikan-kemunafikan global.

Mungkin yang terdekat di benak adalah serangan 7 Oktober yang digaungkan sebagai serangan teror. Padahal bangsa Palestina telah dijajah dan di teror 70 tahun lebih dan Barat tidak saja diam. Justeru mereka memberikan dukungan buta kepada penjajah zionis. 

Di mana mereka yang sering berteriak sebagai pembela dan pejuang HAM? Di mana suara mereka yang mendukung kebebasan dan kemerdekaan di saat bangsa Palestina yang punya semua persyaratan untuk merdeka tapi tidak juga didukung untuk merdeka? 

The West must not claim to be the champion of Human Rights, while continuing to violate the rights of others  in the land of Shaam…. Shame on you! 

Manhattan, 19 Desember 2024 

*Direktur/Imam Jamaica Muslim Center 
*Presiden Nusantara Foundation


Berita Lainnya