Internasional
Parlemen Korea Selatan Gelar Sidang Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol.
Anggota Partai Berkuasa Walkout
JAKARTA - Sidang pleno pemakzulan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol yang digelar di Majelis Nasional pada Sabtu (7/12/2024) berlangsung penuh drama. Sejumlah anggota partai berkuasa, People Power Party (PPP), memilih meninggalkan ruang sidang saat proses dimulai, memicu ketegangan di parlemen.
Latar Belakang Pemakzulan
Pemakzulan ini dipicu langkah mengejutkan Presiden Yoon Suk Yeol yang beberapa hari sebelumnya mengumumkan darurat militer (martial law). Keputusan tersebut menuai kontroversi dan dianggap oleh oposisi sebagai ancaman terhadap demokrasi Korea Selatan.
Saat sidang dimulai, anggota PPP yang keluar ruangan diduga berusaha memboikot proses pemungutan suara pemakzulan. "Pengkhianat, kembalilah!" teriak beberapa anggota parlemen oposisi kepada mereka yang walkout, seperti dilaporkan oleh BBC News.
Panggilan untuk Kembali ke Ruang Sidang
Ketua DPR Korea Selatan, Woo Won-shik, yang berasal dari partai Demokrat, meminta anggota PPP untuk kembali dan berpartisipasi dalam pemungutan suara.
"Republik Korea adalah negara demokrasi yang dibangun dari darah dan air mata rakyat. Apakah Anda tidak takut dihakimi oleh sejarah, rakyat, dan dunia? Berpartisipasilah dalam pemungutan suara, itu adalah cara melindungi demokrasi kita," serunya.
Salah satu anggota PPP, Kim Ye-ji, akhirnya kembali ke ruang sidang untuk memberikan suara. Namun, laporan menyebutkan bahwa kehadiran anggota parlemen masih belum mencukupi kuorum untuk meloloskan mosi pemakzulan.
Dampak dan Respons Publik
Pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol menjadi peristiwa besar dalam sejarah politik Korea Selatan. Langkah kontroversial ini tidak hanya mengguncang parlemen, tetapi juga membelah opini publik. Banyak yang mendukung tindakan oposisi sebagai upaya menjaga demokrasi, sementara pendukung Yoon menilai pemakzulan ini sebagai manuver politik. Dengan suasana parlemen yang tegang dan perpecahan antarpartai yang kian tajam, hasil pemungutan suara pemakzulan ini menjadi sorotan utama publik. Apakah ini akan menjadi awal baru bagi demokrasi Korea Selatan atau justru memperdalam krisis politik? (mul)