Gaya Hidup
Pakar Beri Tpis Orang Tua Edukasi Seks untuk Anaknya
JAKARTA - Febrizky Yahya, S.Psi, M.Si, konselor dan edukator seks dari Tiga Generasi, memberikan tiga cara efektif bagi orang tua dalam memberikan edukasi seks kepada remaja.
"Usia remaja adalah masa-masa penuh rasa ingin tahu. Jika kita melarang, mereka justru akan semakin penasaran dan mencari tahu sendiri," ujar Febrizky pada peluncuran kondom varian baru dari Jepang bernama Okamoto di M Bloc Space.
Cara pertama adalah membangun koneksi. Sebelum memberikan nasihat atau koreksi, orang tua harus memastikan mereka memiliki hubungan yang baik dengan anak.
"Sebelum kita mengoreksi anak, kita harus membangun koneksi. Koneksi sebelum koreksi. Jadi, jika kita ingin berbicara dengan anak, pastikan kita memiliki hubungan yang baik dengan mereka," kata Febrizky.
Orang tua bisa mencoba memahami minat dan hobi anak, seperti bermain game atau mengikuti grup musik tertentu. Dengan begitu, anak akan merasa lebih terbuka untuk diajak bicara. Selanjutnya, penting untuk mendengarkan anak.
Febrizky berpesan agar orang tua tidak hanya berbicara, tetapi juga mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh anak. "Berikan ruang bagi anak untuk bertanya dan mengungkapkan perasaan mereka," ujar Febrizky.
Dengan mendengarkan dengan penuh perhatian, orang tua akan lebih mudah memahami sudut pandang anak dan memberikan penjelasan yang sesuai. Poin ketiga adalah komunikasi yang efektif. Febrizky mendorong orang tua untuk menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan menghindari sikap menggurui.
"Komunikasikan seperti teman, tetapi tetap berikan batasan yang jelas," katanya. Menurut Febrizky, orang tua bisa memulai percakapan tentang seks dengan santai, misalnya sambil menonton film atau membaca berita.
Ia menekankan edukasi seks tidak hanya tentang memberikan informasi, tetapi juga tentang membangun kepercayaan dan hubungan yang sehat antara orang tua dan anak. Lebih lanjut, Febrizky menyarankan agar orang tua mengenalkan pendidikan seksual sejak dini kepada remaja, termasuk mengenalkan alat-alat kontrasepsi.
Dia menekankan tujuan mengenalkan bukan untuk mendorong aktivitas seksual pada usia dini, melainkan untuk memberikan informasi yang benar dan melindungi anak dari risiko yang mungkin terjadi.
Ia juga menyarankan agar orang tua memberikan penjelasan mengenai risiko-risiko yang mungkin timbul akibat hubungan seksual yang tidak aman, seperti kehamilan yang tidak diinginkan dan penyakit menular seksual.
"Anak-anak perlu tahu bahwa keputusan untuk berhubungan seksual memiliki konsekuensi," tegas Febrizky. Menurutnya, tantangan terbesar dalam memberikan edukasi seks saat ini adalah mudahnya akses anak-anak terhadap informasi yang tidak akurat, seperti pornografi.
"Kita sebagai orang tua harus mengedukasi anak-anak dengan informasi yang valid agar mereka tidak salah paham dan tidak menyerap informasi yang salah," ujarnya. Orang tua sebaiknya tidak menghindari diskusi mengenai seks dengan anak-anak. Sebaliknya, mereka harus proaktif dalam memulai percakapan dan memberikan penjelasan yang sesuai dengan usia anak.
"Dengan begitu, anak-anak akan lebih cenderung bertanya kepada orang tua daripada mencari informasi dari sumber yang tidak terpercaya," tambahnya. Febrizky juga menambahkan kondom adalah alat kontrasepsi yang paling minim risiko bagi perempuan.
Edukasi seks yang tepat sejak dini sangat penting untuk melindungi anak-anak dari risiko yang tidak diinginkan. Orang tua berperan penting dalam memberikan informasi yang benar dan membangun komunikasi yang terbuka dengan anak-anak. (ant)