Opini
Negara Kalah Melawan Oligarki: Misteri Pagar Laut PIK-2 yang Tak Kunjung Usai
KASUS pagar laut PIK-2 telah menjadi sorotan publik, bukan hanya karena panjangnya yang mencapai 30,16 kilometer, tetapi juga sebagai simbol nyata lemahnya kedaulatan negara terhadap kekuatan oligarki. Meski pemerintah telah memulai pembongkaran pagar laut tersebut, tindakan ini tidak bisa disebut sebagai sebuah prestasi. Sebaliknya, ini adalah pengingat bahwa negara telah gagal melindungi hak rakyat atas ruang publik.
Negara yang Terlambat Hadir
Proses pembongkaran pagar laut yang baru mencakup kurang dari 2 kilometer dari total panjang 30,16 kilometer adalah cerminan kecilnya peran negara dalam melindungi ruang publik laut. Seandainya pemerintah hadir lebih awal, saat pagar laut baru dibangun beberapa meter, masyarakat mungkin akan memandang tindakan ini sebagai prestasi. Namun, kehadiran yang terlambat hanya mempertegas peran negara sebagai "pemadam kebakaran," yang bertindak setelah api kemarahan rakyat menyebar luas.
Seperti yang disampaikan Bang Said Didu, pencabutan pagar laut ini sulit dilakukan karena pembangunannya menggunakan alat berat. Ironisnya, pembongkaran dilakukan secara manual, yang menunjukkan kurangnya keseriusan pemerintah dalam menangani masalah ini.
Misteri yang Belum Terjawab
Salah satu aspek paling mencolok dari kasus ini adalah ketidakjelasan informasi. Siapa yang membangun pagar laut ini? Siapa yang mendanainya? Untuk kepentingan apa pagar ini dibuat? Nama-nama seperti Mandor Memet, Eng Cun alias Gojali, hingga Ali Hanafiah Lijaya, yang disebut-sebut terlibat dalam proyek PIK-2, belum tersentuh oleh hukum.
Pemerintah, melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), justru sibuk memanggil pihak-pihak yang menyebut pagar laut ini dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Padahal, informasi yang sudah beredar menyebut pagar laut ini didanai oleh pihak-pihak tertentu untuk kepentingan proyek PIK-2.
Ketidaktransparanan Sertifikat di Atas Laut
Pengumuman pembatalan sertifikat di atas laut oleh Menteri ATR/BPN Nusron Wahid juga jauh dari transparan. Nusron menyebut bahwa sejumlah sertifikat dari 263 HGB dan 17 SHM telah dibatalkan karena berada di luar garis pantai. Namun, tidak ada kejelasan berapa sertifikat yang berada di dalam garis pantai dan berapa yang benar-benar dibatalkan.
Publik khawatir, dari 263 HGB dan 17 SHM di atas laut, hanya sebagian kecil yang dibatalkan. Sisanya justru diselamatkan dengan dalih berada di dalam garis pantai. Lebih ironis lagi, pembatalan sertifikat ini hanya dilakukan di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Padahal, pagar laut membentang hingga 30,16 kilometer, melewati banyak desa lain seperti Desa Dadap, Desa Salembaran Jaya, Desa Muara, Desa Lemo, hingga Desa Ketapang.
Kolusi yang Terstruktur, Sistematis, dan Masif
Kenapa pagar laut ini bisa berdiri? Kenapa bisa terbit sertifikat di atas laut? Kasus ini adalah bukti nyata adanya kolusi dan korupsi yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif, dari tingkat desa hingga kementerian. Jika pemerintah serius, proyek PIK-2 harus segera dihentikan, baik di wilayah Proyek Strategis Nasional (PSN) seluas 1.755 hektare maupun di luar PSN. Audit menyeluruh terkait kinerja, keuangan, dan hukum juga harus dilakukan.
Kezaliman di Darat dan Laut
Masalah pagar laut hanyalah salah satu contoh dari kezaliman proyek PIK-2. Di darat, tanah rakyat dirampas dengan intimidasi, ancaman, hingga kriminalisasi. Fasilitas publik seperti sungai, jalan, dan jembatan juga diokupasi untuk kepentingan proyek ini.
Tindakan Nyata yang Diharapkan
Negara harus segera bertindak tegas. Tangkap pihak-pihak yang terlibat, termasuk Mandor Memet, Eng Cun, Ali Hanafiah Lijaya, hingga Aguan dan Anthony Salim. Hentikan proyek PIK-2, audit seluruh kegiatannya, dan pecat pejabat yang terlibat dalam skandal ini. Jika tidak, NKRI hanya akan menjadi boneka oligarki, bahkan berisiko berubah menjadi "Negara Kesatuan Republik Aguan." Kasus pagar laut PIK-2 adalah ujian besar bagi pemerintah untuk menunjukkan keberpihakannya kepada rakyat. Jika negara terus kalah melawan oligarki, kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan semakin tergerus. Jangan sampai kezaliman ini dibiarkan berlarut-larut, karena kedaulatan bangsa bukanlah sesuatu yang bisa diperjualbelikan.
#PagarLaut #PIK2 #Oligarki #KedaulatanNegara #TegakkanKeadilan