Features
Musim Kemarau Panjang, Ingatkan Pentingnya Sumur Resapan
JAKARTA - Manajer Kampanye Infrastruktur dan Tata Ruang WALHI Eksekutif Nasional, Dwi Sawung, menyebutkan bahwa sumur resapan menjadi salah satu solusi efektif untuk menjaga ketersediaan air di tengah musim kemarau yang semakin ekstrem. Penggunaan sumur resapan harus diprioritaskan, mulai dari kebutuhan pokok seperti air untuk konsumsi, dilanjutkan dengan kebutuhan untuk ternak dan tanaman pangan.
"Sumur resapan sangat penting baik saat musim hujan maupun kemarau, karena dapat menjaga keseimbangan neraca air. Hal ini juga perlu didukung dengan menjaga ruang terbuka hijau (RTH) di lingkungan sekitar," ujar Dwi.
Selain itu, ia menambahkan bahwa sangat penting untuk memastikan sistem perpipaan dan tempat penyimpanan air tidak mengalami kebocoran, agar air tidak terbuang percuma. RTH di sekitar juga berperan mendukung fungsi sumur resapan tersebut. Efektivitas sumur resapan bergantung pada kondisi geologi daerah dan tingkat pemakaian air tanah. Di wilayah dengan penggunaan air yang tinggi dan tanah yang kurang menyerap air, manfaat sumur resapan bisa berkurang.
Namun, Dwi menegaskan bahwa sumur resapan memiliki dampak signifikan dalam jangka panjang maupun pendek. "Manfaat jangka panjangnya adalah untuk mengendalikan banjir di permukaan dan mencegah penurunan muka air tanah," katanya. Dengan optimalisasi sumur resapan, masyarakat diharapkan lebih siap menghadapi tantangan musim kemarau dan menjaga keberlanjutan sumber daya air. Jika dilakukan dengan langkah-langkah yang tepat, sumur resapan dapat menjadi bagian penting dari strategi pengelolaan air di masa depan.
Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) melaporkan bahwa tujuh provinsi di Indonesia mengalami kekeringan ekstrem akibat tidak adanya hujan selama lebih dari dua bulan. Berdasarkan informasi BMKG, Rabu, 38 daerah di tujuh provinsi tersebut telah mengalami kekeringan. Beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur, seperti Kota Kupang (144 hari tanpa hujan), Sumba Timur (141 hari), dan Sabu Raijua (128 hari), termasuk yang paling terdampak.
Kondisi kekeringan serupa juga terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Barat, dan Provinsi Banten. (ant)