Opini
Menunggu Permintaan Maaf Menag kepada Jamaah Haji
TRAGEDI Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna) yang dialami jamaah haji Indonesia tahun 2023, memicu perhatian masyarakat luas. Sebelum hari arafah, saya menyampaikan analisis dan kajian dalam sebuah tulisan tentang pelaksanaan Haji 2023 yang acak kadut. Bersamaan dengan itu, muncul persoalan pada rombongan dari Sulawesi yang di dalamnya banyak terdapat banyak jamaah lansia juga risiko tinggi (risti). Mereka lelah karena perpindahan transisi hotel di Madinah. Apa yang saya tuliskan menjadi kenyataan tentang acak kadutnya penyelenggaraan haji tahun ini, dan menjadi sejarah pahit bagi lebih dari 221 ribu jamaah haji.
Bila Pemerintah Arab Saudi telah meminta maaf dan membuat tim investigasi dalam tragedi Armuzna, lalu kapan secara resmi Menag Yaqut Cholil Qoumas meminta maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia secara resmi baik di media cetak maupun online ? Kita tunggu saja.
Dalam hikmah mutiara penulis mensinyalir alur tergelitik..
Mengapa kita acapkali sering mengukir kesalahan orang lain di atas tembaga, dan menuliskan kebaikan mereka diatas air ?
Jika engkau menerima anugerah itu dengan nafsumu maka itu akan menjadi musibah buat dirimu.
Namun bila musibah engkau dapat terima dengan Tuhanmu itu akan menjadi banyak anugerah buatmu.
Nasib jamaah haji bukan milik jamaah haji. Pada akhirnya Allah yang menentukan seperti apa jalan hidup selama di tanah suci khususnya mereka para tamu Allah. Tapi sekali lagi ikhtiar wajib dilakukan oleh Kemenag untuk membuka kemungkinan walau satu tamu Allah saja dapat tahu akan nasibnya sendiri.
Bencana memang bisa bakal datang kapan saja. Ibarat musim pancaroba pasca Covid-19, alur rukun Islam yang lima terus berputar dan bergantian memasuki fase yang kadang tak menentu. Segala keadaan memang sulit diprediksi, tapi di situlah harus diingat bahwa segala upaya Kemenag ke depan dan perjuanganya akan menemukan maknanya.
Di harian berita Rakyat Merdeka empat hari yg lalu mengabarkan bahwa, Menag Yaqut Cholil Qoumas akan disidang di Senayan. Kita masyarakat Indonesia menunggu untuk Menang Yaqut meminta maaf dengan tulus. Walau jajaran Ditjen PHU Kemenag telah berupaya dengan segala kekurangan, yang menjadi dasar nilai kepedean-nya, yaitu sejak rekrutmen PPIH yang sama kacau dan acak kadutnya, mulai dari adanya test yang tanpa ada sosialisasi terlebih dahulu.
Dengan kekuasaan sebagai Menag begitu amat mudahnya mengatur siapa yang bakal tugas melayani jamaah dan hingga seterusnya, hingga dijual beli ormas-ormas rasa ASN PHU. Ditambah di negeri para nabi kita tak ingin ada suara tinggi akibat tragedi apalah sia-sia bila tinggal arti.
Esensi yang terletak pada peluang kompetisi PPIH itu belum dirasa adil oleh para pelamar. Tes sebenarnya untuk membuktikan apakah mereka mampu atau tidak mendukung proses kelancaran pelayanan jamaah yang begitu kompleks secara sosial. Meskipun pada akhirnya para anggota ormas yang dipilih Menag. Mereka pun menebarkan rasa seolah mampu bertugas. Nyatanya sekarang kita tahu bukan?
Tak ada yang sedang bermimpi. Bukan main kaget ku ketika tragedi Armuzna begitu tidak manusiawi, jauh dari kata yang sudah digaungkan sejak di bumi pertiwi, yang konon katanya haji ramah lansia. Bukan main kaget ku kenapa tragedi ini terjadi ketika saya menulis analisis terhadap kemungkinan acak kadutnya pelaksanaan puncak ibadah haji.
Mereka yang tak dipilih untuk berangkat menjadi petugas haji kini menepuk dada karena yang diluluskan adalah ploting salah kaprah, seolah nyata demi kepentingan semata. Walau mereka yang tak masuk dan tak lulus menjadi petugas merasa tidak adil hingga ke tulang sumsum.
Hikmah yang sama besar di tahun mendatang dengan sesegera mungkin masyarakat Indonesia menunggu permintaan maaf Menag secara resmi pasca tragedi Armuzna. Karena bagaimanapun Jamaah haji kedepan mesti dibangun optimisme bahwa mereka akan berangkat dengan pelayanan humanis, di bawah pemimpin yang rendah hati. Dengan demikian semua pasti akan terhanyut dan terharu dalam suksesnya pelayanan haji yang akan datang.
Ke depan sistem tes PPIH mesti didasarkan dengan semangat proporsional tanpa kecuali. Dengan demikian energi PPIH secara sosial terbangun dalam satu tim yang kuat dan solid, sehingga banyak mimpi jamaah haji yang semestinya menjadi masuk akal dalam pelayanan. Wallahu A'lam bishawab. (H Sutriachol Haris, Lc. penulis adalah alumni petugas haji, penulis Buku : Prioritas Pedoman Hidup Muslim Totalitas)