Internasional

Lebanon Terpaksa Minta Bantuan AS Buntut Israel Bunuh Komandan Hizbullah

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
25 September 2024 11:00
Lebanon Terpaksa Minta Bantuan AS Buntut Israel Bunuh Komandan Hizbullah
Serangan udara Israel di Distrik Nabatiyeh, Lebanon.

JAKARTA - Ketegangan di Timur Tengah semakin memuncak setelah serangan udara Israel di Beirut pada Selasa (24/9/2024), yang menewaskan seorang komandan senior Hizbullah. Serangan ini terjadi di tengah semakin intensnya serangan roket lintas batas antara Israel dan Hizbullah, yang meningkatkan kekhawatiran akan perang skala penuh di kawasan tersebut.

Militer Israel menyatakan serangan tersebut menargetkan Ibrahim Qubaisi, komandan pasukan rudal dan roket Hizbullah. Dua sumber keamanan di Lebanon mengonfirmasi bahwa Qubaisi adalah tokoh utama dalam divisi roket kelompok yang didukung Iran itu.

Sejak Senin pagi, serangan Israel di Lebanon telah menewaskan 569 orang, termasuk 50 anak-anak, dan melukai 1.835 orang, menurut Menteri Kesehatan Lebanon, Firass Abiad, kepada Al Jazeera. Ribuan orang yang mengungsi dari Lebanon selatan kini berlindung di sekolah-sekolah dan bangunan lainnya. Di Institut Teknik Bir Hassan di Beirut, relawan menyediakan air, obat-obatan, dan kebutuhan dasar bagi para pengungsi yang baru tiba.

Rima Ali Chahine, seorang wanita berusia 50 tahun, menyatakan bahwa situasi di tempat pengungsian sangat sulit. "Ini tekanan besar bagi orang dewasa dan anak-anak. Mereka kelelahan dan stres, bahkan tidak bisa tidur," ujarnya. "Anak-anak hidup dalam kondisi yang mengerikan."

Serangan Israel terhadap Hizbullah ini memicu kekhawatiran bahwa konflik berkepanjangan antara Israel dan Hamas di Gaza akan memperparah ketegangan di Timur Tengah. Dewan Keamanan PBB dijadwalkan bertemu pada Rabu (25/9/2024) untuk membahas eskalasi konflik ini. Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, memperingatkan bahwa Lebanon berada di ambang krisis besar. "Lebanon berada di ujung jurang. Kita tidak boleh membiarkan Lebanon menjadi Gaza berikutnya," ujarnya.

Presiden AS Joe Biden, berbicara di hadapan Majelis Umum PBB, mencoba meredakan ketegangan. "Perang skala penuh tidak menguntungkan siapa pun. Meskipun situasi telah meningkat, solusi diplomatik masih mungkin dicapai," ujarnya.

Namun, Menteri Luar Negeri Lebanon Abdallah Bou Habib menilai pidato Biden tidak cukup kuat dan tidak menawarkan solusi yang meyakinkan. Ia menekankan bahwa Amerika Serikat adalah kunci dalam mencari jalan keluar di Timur Tengah. "AS adalah satu-satunya negara yang bisa membuat perbedaan nyata," katanya.

Diperkirakan setengah juta orang telah mengungsi akibat konflik ini. Bou Habib juga menyebutkan bahwa Perdana Menteri Lebanon akan bertemu dengan pejabat AS dalam beberapa hari mendatang untuk membahas situasi tersebut.

Militer Israel melaporkan bahwa angkatan udaranya melakukan serangan ekstensif pada hari Selasa terhadap target Hizbullah di Lebanon selatan, termasuk fasilitas penyimpanan senjata dan peluncur roket. Menteri Pertahanan Israel, Yoav Gallant, menyatakan bahwa serangan ini telah melemahkan Hizbullah dan akan terus dilanjutkan. "Hizbullah mengalami pukulan berat terhadap komando, pejuang, dan sarana tempurnya," katanya.

Hizbullah membalas dengan meluncurkan roket ke pangkalan militer Dado di Israel utara dan menyerang pangkalan angkatan laut Atlit di selatan Haifa dengan drone.

Sementara itu, dugaan serangan rudal Israel terhadap Tartous, Suriah, berhasil dicegat oleh pertahanan udara Suriah, meskipun Israel menolak memberikan komentar terkait insiden tersebut. Sejak Oktober, konflik antara Israel dan Hamas di Gaza juga telah memicu serangan udara Israel terhadap kelompok-kelompok bersenjata yang didukung Iran di Suriah. (ant)
 


Berita Lainnya