Opini

Kontroversi Pagar Laut PIK-2: Sertifikat di Atas Laut dan Dugaan "Negara dalam Negara"

Ahmad Khozinudin, S.H. — Satu Indonesia
21 hours ago
Kontroversi Pagar Laut PIK-2: Sertifikat di Atas Laut dan Dugaan "Negara dalam Negara"
Ahmad Khozinudin, S.H. Advokat [Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat/ TA-MOR PTR] (Foto: Istimewa)

POLEMIK pagar laut sepanjang 30,16 kilometer di perairan Tangerang, Banten, memicu reaksi keras publik. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid akhirnya angkat bicara dan mengonfirmasi bahwa area tersebut telah memiliki sertifikat resmi berupa Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Sertifikasi di Atas Laut: Fakta yang Terungkap
Nusron menyebutkan bahwa di lokasi tersebut terdapat 263 sertifikat HGB, terdiri dari:

234 bidang atas nama PT Intan Agung Makmur,
20 bidang atas nama PT Cahaya Inti Sentosa, dan
9 bidang SHM atas nama perorangan.
PT Intan Agung Makmur diketahui terafiliasi dengan Agung Sedayu Group yang mengelola kawasan Pantai Indah Kapuk 2 (PIK-2). Sementara PT Cahaya Inti Sentosa merupakan anak usaha PT Pantai Indah Kapuk 2 (PANI).

Tidak dijelaskan siapa pemilik 9 bidang SHM tersebut. Namun, dugaan kuat mengarah pada individu-individu yang terhubung dengan PIK-2, termasuk nama-nama yang diduga terkait dengan pengusaha besar seperti Aguan dan Anthony Salim.

Polemik Sertifikasi: Dugaan Kolusi dan Korupsi
Sertifikat tersebut diklaim diterbitkan atas dalih tanah terdampak abrasi yang akan direstorasi. Namun, langkah ini dinilai sebagai upaya sistematis untuk mengubah lahan laut menjadi properti bernilai tinggi melalui proses pengurukan.

Proses sertifikasi diduga melibatkan kolusi dengan berbagai pihak, mulai dari pejabat desa hingga lembaga tinggi negara. Hal ini memunculkan pertanyaan besar tentang integritas sistem tata ruang dan agraria di Indonesia.

Gugatan Hukum dan Ancaman "Negara dalam Negara"
Persoalan pagar laut ini telah menjadi salah satu poin dalam gugatan perbuatan melawan hukum yang diajukan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 754/Pdt.G/2024/PN.Jkt.Pst. Gugatan tersebut mencakup tuduhan adanya "Entitas Negara dalam Negara" yang mengendalikan pejabat dan institusi negara.

Penulis gugatan menyebut Aguan dan Anthony Salim sebagai figur kunci yang dianggap memiliki pengaruh besar hingga mampu mengontrol berbagai keputusan strategis di tingkat nasional.

Dampak terhadap Nelayan dan Kepentingan Publik
Pagar laut ini dinilai menghalangi akses nelayan kecil untuk melaut, merampas hak publik atas laut sebagai ruang bersama, dan mengancam ekosistem perairan.

"Ini adalah bentuk nyata bagaimana oligarki menguasai tanah, tambang, dan kini laut kita. Rakyat harus bersatu melawan," ujar salah satu aktivis yang terlibat dalam gugatan.

Harapan untuk Perubahan
Kasus ini menjadi ujian besar bagi pemerintah dalam menegakkan hukum dan menjaga kedaulatan negara. Publik berharap adanya tindakan tegas dari Presiden dan lembaga terkait untuk menghentikan praktik-praktik yang merugikan kepentingan rakyat.

#PolemikPIK2 #SertifikatDiAtasLaut #MaritimIndonesia #LawanOligarki #KeadilanUntukNelayan


Berita Lainnya