Kesehatan

Kiat Cegah Penyakit Jantung Koroner sejak Usia 35-40 Tahunan

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
26 Juni 2024 15:30
Kiat Cegah Penyakit Jantung Koroner sejak Usia 35-40 Tahunan
Tenaga medis memeriksa kondisi detak jantung warga menggunakan alat periksa jantung Elektrokardiogram (EKG) pada kegiatan pemeriksaan 1.000 jantung secara gratis di Anjungan Pantai Losari, Makassar, Selasa (10/5).

JAKARTA - Dokter spesialis jantung dan pembuluh darah Rumah Sakit Universitas Indonesia, dr. Prima Almazini Sp.JP, Subsp. Eko (K), FIHA, menyarankan pencegahan penyakit jantung koroner sebaiknya dimulai sejak usia 35-40 tahun ke atas. Ini karena faktor risiko penyumbatan atau penyempitan arteri koroner oleh plak mulai muncul dan berlangsung cukup lama pada usia tersebut.

"Sejak usia muda, pembentukan plak sudah terjadi secara bertahap pada dinding-dinding pembuluh darah. Seiring waktu, plak semakin menebal dan menimbulkan penyumbatan atau penyempitan hingga akhirnya terjadi serangan jantung atau henti jantung mendadak pada usia lanjut (56 tahun ke atas)," kata Prima dalam seminar daring "Bicara Sehat ke-96 RS UI: Mengenal Penyakit Jantung Koroner" yang diikuti di Jakarta, Selasa.

Dia menjelaskan bahwa setiap tiga detik ada yang meninggal karena penyakit jantung koroner atau stroke di seluruh dunia. Di Indonesia, satu dari 10 orang meninggal dunia karena penyakit jantung koroner. Pada tahun 2016, total biaya pelayanan untuk penyakit jantung mencapai Rp7,4 triliun, menjadi yang terbanyak dari seluruh jenis penyakit.

"Oleh karena itu, penting untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan. Selain tingginya angka kematian, efeknya terhadap pembiayaan kesehatan juga sangat tinggi," tambah Prima. Plak dapat terbentuk akibat beberapa faktor risiko seperti hipertensi (tekanan darah di atas 140 per 90 mmHg), diabetes melitus (kadar gula darah tinggi), dan obesitas (indeks massa tubuh melebihi 25,0). Faktor risiko lainnya termasuk kolesterol tinggi (dislipidemia) dan kebiasaan merokok. Faktor risiko ini hanya dapat dideteksi melalui pemeriksaan kesehatan rutin, konsultasi dokter, serta pemeriksaan laboratorium.

Jika faktor risiko ditemukan, langkah pencegahan meliputi berhenti merokok, berolahraga secara teratur, menjalani diet seimbang, istirahat cukup, dan mengelola stres dengan baik. "Adopsi gaya hidup sehat dengan mengurangi konsumsi garam, gula, makanan berminyak, santan, dan jeroan. Lakukan aktivitas fisik secara teratur dan kontrol faktor risiko melalui cek kesehatan rutin, konsultasi dokter, dan pemeriksaan laboratorium," kata Prima.

Prima menyebutkan orang yang mengalami henti jantung mendadak atau serangan jantung seringkali tidak memiliki gejala sebelumnya, sehingga penyakit jantung koroner disebut juga sebagai "the silent killer". "Karena sumbatan yang terjadi bertahap tadi mencapai puncaknya, aliran darah menjadi tidak lancar, nutrisi terhambat, otot-otot jantung terganggu fungsinya, dan ini akan menyebabkan kerusakan pada tubuh secara keseluruhan," jelas Prima.

Gejala khas penyakit jantung koroner termasuk nyeri dada atau tertekan berat di area dada selama lebih dari 20 menit, disertai rasa terbakar, keringat dingin, lemah, mual, dan pusing. Jika gejala tersebut terjadi, pengobatan dapat dilakukan tanpa operasi dengan terapi obat-obatan hingga pemasangan ring.

"Terapi pemasangan ring ini hanya untuk pengobatan, bukan pencegahan. Jika belum ada sumbatan atau penyempitan pembuluh darah, tidak mungkin mengetahui di mana plak menumpuk," tambah Prima. Pengobatan dengan operasi dikenal sebagai operasi bypass, yaitu menyambungkan pembuluh darah aorta yang memberikan suplai darah ke seluruh tubuh ke pembuluh darah koroner. Sambungan ini dilakukan di atas pembuluh darah yang menyempit atau tersumbat.

"Tujuannya sama, yaitu memperlancar aliran darah sehingga semua otot jantung dapat mendapatkan aliran darah yang optimal," tutup Prima. (ant)
 


Berita Lainnya