Kesehatan

Ketindihan Ternyata Bukan Ulah Setan, Ini Penjelasan Medisnya

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
21 Agustus 2024 13:00
Ketindihan Ternyata Bukan Ulah Setan, Ini Penjelasan Medisnya
Ilustrasi seorang jamaah tidur saat menunggu shalat Ashar di Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa (4/5/2021)

JAKARTA - Dokter spesialis neurologi dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (PON) Prof. Dr. dr. Mahar Mardjono, dr. Rizka Ibonita, Sp.N menjelaskan ketindihan saat tidur bukanlah akibat dari hal-hal mistis.

"Sebetulnya ini adalah kondisi medis yang disebut sleep paralysis. Kondisi ini terjadi ketika kita berada dalam fase tidur REM (rapid eye movement)," jelas Rizka dalam sebuah diskusi daring yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan di Jakarta pada hari Rabu.

Lebih lanjut, Rizka menerangkan bahwa pada fase REM, sistem saraf sistematis menahan otot-otot tubuh agar tidak bergerak. Tujuan dari kelumpuhan sementara ini adalah untuk melindungi tubuh saat kita tertidur. Namun, ketika seseorang mengalami sleep paralysis, ia akan terbangun sebelum fase REM selesai. Pada kondisi ini, otak belum sepenuhnya siap mengirimkan sinyal untuk menggerakkan otot-otot tubuh.

Akibatnya, orang tersebut akan merasa sadar tetapi tidak mampu menggerakkan tubuhnya. "Biasanya orang jadi panik. Mata terbuka tapi tubuh terasa lumpuh, tidak bisa digerakkan," kata Rizka.

Rizka juga menyebutkan beberapa faktor yang bisa memicu terjadinya sleep paralysis. Faktor yang paling umum adalah kelelahan. Selain itu, kondisi ini lebih sering terjadi pada orang-orang yang memiliki pola tidur yang tidak teratur. Faktor genetik dan tingkat stres yang tinggi juga dapat berperan dalam terjadinya sleep paralysis.

Rizka menjelaskan orang yang mengalami sleep paralysis seringkali juga berhalusinasi. Hal inilah yang membuat banyak orang percaya kondisi ini disebabkan oleh makhluk halus yang menindih mereka.

"Hampir semua kasus sleep paralysis disertai halusinasi. Akibatnya, karena matanya terbuka, orang tersebut merasa takut. Namun, justru semakin panik, semakin sulit untuk keluar dari kondisi itu," ujar Rizka.

Durasi sleep paralysis bisa bervariasi, menurut Rizka. Jika seseorang mengalami kondisi ini pada awal fase REM, bisa berlangsung hingga 20 menit. Untuk keluar dari sleep paralysis, Rizka menyarankan agar tetap tenang. Semakin panik seseorang, semakin sulit bagi otak untuk menghubungkan kembali sinyal bangun dengan gerakan otot. Rizka juga menyarankan untuk tidak mencoba melawan kondisi ini secara paksa. Sebaiknya, gerakkan secara perlahan mata atau jari-jari tangan dan kaki, kemudian atur pernapasan dengan tenang.

Bagi keluarga atau pasangan yang melihat seseorang mengalami sleep paralysis, Rizka juga memberikan saran agar tidak panik dan tidak menggoyang-goyangkan tubuh orang tersebut secara kasar. "Kita bisa membangunkannya, tetapi lakukan dengan lembut dan tanpa menambah kepanikan. Bangunkan perlahan dengan menyentuh bagian tangan, lalu tenangkan orang yang mengalami kondisi tersebut," kata Rizka. (ant)
 
 


Berita Lainnya