Kesehatan

Kenali Aneurisma Otak, Bahaya, dan Risikonya

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
07 September 2024 15:00
Kenali Aneurisma Otak, Bahaya, dan Risikonya
Tim dokter RS Paru didampingi dokter RSUD dr Soetomo melakukan operasi bedah saraf clipping aneurisma otak perdana di ruangan operasi RS Paru di Kabupaten Jember, Sabtu (27/5/2024)

JAKARTA - Dokter saraf dr. Beny Rilianto, Sp.N, Subsp.NIOO(K), FINA, M.Epid., menjelaskan bahwa aneurisma otak adalah kondisi di mana terjadi pelebaran atau penonjolan pada pembuluh darah otak akibat lemahnya dinding pembuluh darah, yang berisiko mengalami ruptur atau pecah.

"Analogi untuk aneurisma adalah seperti balon yang perlahan membesar hingga akhirnya bisa pecah jika mencapai batas kemampuannya," jelas dr. Beny, yang berpraktik di Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RSPON) Mahar Mahardjono, Jakarta. Aneurisma otak bisa berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan subarachnoid, jenis stroke yang ditandai dengan sakit kepala hebat dan penurunan kesadaran.

Faktor risiko aneurisma meliputi faktor genetik, hipertensi, konsumsi alkohol, merokok, serta sindrom tertentu seperti sindrom Ehlers-Danlos. Wanita juga memiliki risiko lebih tinggi dibandingkan pria, dengan rasio sekitar dua banding satu. Kondisi ini perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan komplikasi serius, terutama jika aneurisma pecah. Secara umum, aneurisma otak terbagi menjadi dua kategori utama: aneurisma yang pecah (ruptur) dan yang tidak pecah (non-ruptur).

Aneurisma yang pecah dapat mengakibatkan perdarahan subarachnoid, yang sering disertai dengan sakit kepala hebat yang tidak pernah dirasakan sebelumnya, gangguan kesadaran, dan penurunan fungsi otak. Ini merupakan keadaan darurat medis yang memerlukan penanganan segera.

Sekitar 85 persen kasus perdarahan subarachnoid disebabkan oleh aneurisma yang pecah, sementara sisanya disebabkan oleh faktor lain. Di sisi lain, aneurisma yang tidak pecah biasanya tidak menimbulkan gejala, sehingga banyak orang mungkin memiliki aneurisma di otaknya tanpa menyadarinya.

"Namun, aneurisma yang tidak pecah terkadang dapat menyebabkan gejala jika terletak di area tertentu di otak, seperti gangguan pada gerakan bola mata akibat tekanan dari aneurisma," ungkap dr. Beny. Kebanyakan aneurisma baru terdeteksi melalui pencitraan medis seperti neuroimaging, yang membantu dokter dalam mengidentifikasi potensi risiko dan merencanakan penanganan lebih lanjut. (ant)
 
 


Berita Lainnya