Opini
Kejagung Mundur dari Kasus Sertifikat Pagar Laut: Ada Apa di Baliknya?
Oleh: Ahmad Khozinudin, S.H.

KEPUTUSAN Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk menghentikan penyelidikan dugaan korupsi terkait penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di pagar laut perairan Tangerang menuai tanda tanya besar. Apakah ini murni keputusan hukum atau ada kepentingan tersembunyi di baliknya?
Dalih Kejagung: Sekadar Alasan atau Upaya Menghindar?
Pada Ahad (16/02), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menyatakan bahwa kasus ini sepenuhnya diserahkan kepada Bareskrim Polri. Kejagung beralasan bahwa keputusan ini merujuk pada Memorandum of Understanding (MoU) antara KPK, Kejagung, dan Polri.
Namun, benarkah MoU tersebut mengharuskan Kejagung mundur? Faktanya, tidak ada satupun pasal dalam MoU yang menyebutkan bahwa salah satu lembaga harus menyerahkan kasus kepada yang lain. MoU ini lebih menekankan koordinasi dan supervisi dalam menangani kasus korupsi, bukan penyerahan kasus sepihak. Jadi, mengapa Kejagung tiba-tiba memilih mundur?
Kasus Ini Tipikor atau Pidana Umum?
Jika kita melihat secara hukum, kasus ini melibatkan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap, gratifikasi, serta penyalahgunaan wewenang yang berpotensi merugikan negara. Namun, Bareskrim Polri menangani kasus ini dengan pendekatan berbeda, yaitu menggunakan Pasal 263 dan 266 KUHP terkait pemalsuan surat serta memasukkan keterangan palsu dalam akta otentik.
Dengan kata lain, Bareskrim Polri hanya menyelidiki aspek administratif dan pemalsuan dokumen, sementara dugaan korupsi yang lebih luas justru diabaikan. Ini semakin memperkuat pertanyaan: Mengapa Kejagung memilih mundur dari penyelidikan korupsi yang seharusnya masih dalam wewenangnya?
Oligarki di Balik Layar?
Kasus ini juga menyeret nama-nama besar, seperti Aguan dan Anthony Salim, dua tokoh penting dalam bisnis properti dan infrastruktur. Mungkinkah Kejagung merasa tertekan oleh kekuatan oligarki yang membayangi kasus ini? Jika benar demikian, maka ini adalah alarm bahaya bagi supremasi hukum di Indonesia. Bagaimana mungkin penegakan hukum tunduk pada kekuatan modal dan kepentingan elit? #Oligarki
Rakyat Butuh Kepastian Hukum!
Jika Kejagung memang serius dalam memberantas korupsi, seharusnya mereka tidak begitu saja menyerahkan kasus ini kepada Bareskrim tanpa kejelasan. Penegakan hukum tidak boleh tebang pilih, apalagi jika menyangkut kepentingan publik dan kerugian negara.
Saat ini, publik menunggu jawaban: Apakah Kejagung benar-benar peduli dengan pemberantasan korupsi, atau justru takut melawan kekuatan oligarki? Jika aparat hukum tidak berani menghadapi mereka yang berkuasa, lalu kepada siapa rakyat harus mencari keadilan?
*Penulis adalah: Koordinator Tim Advokasi Melawan Oligarki Rakus Perampas Tanah Rakyat (TA-MOR-PTR)
#TransparansiHukum #KasusKorupsi #KeadilanUntukRakyat #StopKorupsi #HukumvsUang #KasusPagarLaut #HukumIndonesia #Kejagung #Korupsi #Hukum