Opini

Jaga Demokrasi dalam Pilkada Serentak, Jangan Terbuai Janji Manis

Oleh: Musni Umar, Sosiolog

Musni Umar — Satu Indonesia
08 Agustus 2024 17:53
Jaga Demokrasi dalam Pilkada Serentak, Jangan Terbuai Janji Manis

JAKARTA - Salah satu warisan penting yang diwariskan oleh gerakan reformasi 1998 adalah demokrasi. Demokrasi kembali bersinar setelah gerakan reformasi 1998 sukses menggulingkan Presiden Soeharto dan rezimnya melalui gerakan rakyat (people power).

Demokrasi adalah pemerintahan yang berasal dari rakyat melalui pemilihan umum (pemilu) untuk memilih  Presiden-Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, Kabupaten dan Kota serta memilih Kepala Daerah (Gubernur-Wakil Gubernur, Bupati-Wakil Bupati, Walikota-Wakil Walikota) dipilih secara demokratis dan serentak dalam pemilihan umum.

Oleh karena itu ada jargon dalam demokrasi bahwa pemerintahan berasal dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat. Akan tetapi dalam realitas tidaklah seperti jargon yang dikemukakan. Fakta menunjukkan, pemerintah saat berasal dari  rakyat melalui pemilu, namun setelah terpilih dalam pemilu, berbagai kebijakan yang dijalankan tidak mencerminkan aspirasi rakyat.

Demokrasi Redup

Harus diakui, demokrasi di Indonesia sedang redup. Dalam praktik, tampak sesuai demokrasi, tetapi hanya demokrasi prosedural.  Esensi demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat, hanya slogan.

Setidaknya ada tiga penyebabnya. Pertama, rekayasa bakal calon kepala daerah. Sebagai contoh di Sumatera Utara.  Bakal calon Gubernur Sumatera Utara di duga merupakan rekayasa penguasa, bukan merupakan aspirasi dari rakyat Sumatera Utara. Bakal calon kepala daerah diusung hampir semua partai-partai politik yang memperoleh kursi di DPRD Sumatera Utara,  nanti akan ditetapkan oleh KPU sebagai calon kepala daerah. Rakyat Sumatera Utara suka tidak suka dan mau tidak mau terpaksa memilih calon kepala daerah yang diinginkan elite.

Kedua, mengabaikan aspirasi pemilih. Sebagai contoh di Jakarta,  empat partai politik di tingkat wilayah di Jakarta yaitu PKS, Partai Nasdem, PKB, dan PDIP dengan jumlah perolehan kursi di DPRD Jakarta sebanyak 54 anggota dari 106 Anggota DPRD Jakarta telah mengusulkan ke Dewan Pimpinan Pusat (DPP) partai politik supaya  Anies Baswedan dicalonkan menjadi calon Gubernur Jakarta periode 2024-2029. Semoga aspirasi warga Jakarta yang lebih dari 50% menginginkan Anies Baswedan dicalonkan menjadi calon Gubernur Jakarta diakomodasi, tidak sebaliknya.

Ketiga, demokrasi dirusak dengan politik uang, politik sembako. Politik uang dan politik sembako untuk menaklukkan rakyat agar memilih calon kepala daerah tertentu harus diakhiri. Caranya Presiden Jokowi sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia, harus memberi contoh tidak melakukan politik uang dan politik sembako. Sebagai kepala  pemerintahan dan kepala negara memiliki otoritas untuk mencegah dan menghentikan politik uang dan politik sembako di tengah-tengah masyarakat.

Solusi

Untuk menjaga, mengamankan dan mempertahankan demokrasi sebagai  warisan yang sangat penting dari hasil reformasi 1998. Pertama, pemimpin  partai politik mesti mendengar dan  menghayati aspirasi rakyat serta mengimplementasikannya dalam proses pencalonan kepala daerah.

Kedua, jangan berkhianat dengan rakyat dalam proses pencalonan kepala daerah dengan mencalonkan kepala daerah dari hasil transaksional karena bisa fatal bagi partai politik pada pemilu 2029. Selain itu, bisa timbul kemarahan publik seperti yang terjadi di Bangladesh.

Ketiga, jaga kepercayaan konstituen sebagai pemilih jauh lebih penting daripada janji akan mendapatkan jatah menteri, sejumlah uang, duta besar dan komisaris BUMN apalagi baru janji manis, karena kepercayaan (trust) konstituen bisa sirna. Pada hal pemilih merupakan modal utama bagi sebuah partai politik untuk maju dalam kontestasi pemilu 2029 dan pemilu-pemilu berikut. (*)


Berita Lainnya