Features

Inilah Pertempuran Paling Berat Umat Islam yang Sebenarnya

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
13 Maret 2024 19:30
Inilah Pertempuran Paling Berat Umat Islam yang Sebenarnya
Muslim memperbanyak amalan dan ibadah pada bulan suci Ramadan dengan memperbanyak shalat sunah, zikir, dan tadarus Al Quran.

BONDOWOSO - Perang Badar dikisahkan sebagai pertempuran paling dahsyat dan berat yang pernah dihadapi umat Islam bersama Nabi Muhammad SAW.

Hanya saja, para sahabat terkejut ketika Nabi Muhammad menyatakan akan ada perang yang lebih berat yang akan dihadapi oleh umat Muhammad. Ketika para sahabat bertanya, perang apa itu ya Rasulullah, Nabi terakhir itu menjawab pertempuran paling berat itu adalah melawan hawa nafsu (diri sendiri).

Perang melawan hawa nafsu tidak mengenal ruang dan waktu. Perang itu "harus" dijalani oleh umat Muhammad setiap saat dan di mana pun berada. Ramadan adalah bulan istimewa, di mana umat Islam dididik untuk menjadi insan yang tangguh menghadapi perang di luar atau supra-Badar.

Pada bulan suci ini, kita dilatih untuk selalu mampu melampaui hawa nafsu, dengan mengendalikan nafsu makan dan minum, serta mengatur pola pemenuhan isi perut. Kalau di luar puasa, kita boleh makan atau minum setiap saat, maka saat puasa kita dilatih untuk berjeda, yakni sekitar 14 jam di siang hari untuk tidak mengonsumsi apa pun, yakni dari subuh hingga sebelum waktu magrib tiba.

Meskipun yang dikendalikan adalah aspek tubuh, puasa itu ditujukan untuk memberi dampak pada peningkatan kualitas jiwa bagi yang menjalankannya. Dampak yang biasanya mudah terlihat dari seseorang yang menjalankan puasa adalah mampu memasuki kondisi jiwa yang lebih sabar dibandingkan dengan saat tidak berpuasa.

Hakikat berpuasa adalah ibadah yang melatih pelakunya untuk mampu menahan diri dari melakukan sesuatu yang secara mudah bisa dilakukan. Hal yang harus ditahan untuk tidak dilakukan adalah makan, minum, melakukan hubungan badan pada siang hari, dan lainnya. Pada aspek di luar ketubuhan, yang sebaiknya, bahkan harus dihindari, adalah tidak mudah marah atau menjaga tindakan yang dapat melukai perasaan orang lain.

Pada saat berpuasa kita digiring secara berjamaah dalam waktu bersamaan untuk menampilkan sifat-sifat dan perilaku terbaik kepada manusia lainnya, bahkan untuk seluruh alam. Karena itu, Nabi Muhammad mengingatkan orang berpuasa untuk tidak hanya menahan haus dan lapar. Dalam sebuah riwayat hadist disebutkan oleh Nabi Muhammad bahwa "Betapa banyak orang yang berpuasa, namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya, kecuali hanya rasa lapar dan dahaga".

Peringatan dari Nabi Muhammad itu disampaikan agar orang berpuasa betul-betul melatih jiwa, kemudian perilakunya, untuk memeragakan yang terbaik sebagai umat akhir zaman. Allah sendiri menempatkan puasa sebagai ibadah istimewa dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya.

Dalam hadits qudsi (firman Allah yang disampaikan lewat sabda Nabi) ditegaskan setiap amalan anak Adam adalah milik umat itu sendiri, kecuali puasa. Puasa adalah milik-Ku (Allah) dan Aku sendiri yang akan memberikan balasannya." (HR Bukhari dan Muslim). Lewat latihan puasa, Allah mendidik manusia untuk menjadi umat yang lebih berkualitas, yakni umat yang tidak dengan mudah melayani keinginan nafsu (ego) yang menjadi penyebab kerusakan di Bumi.

Karena itu tidak berlebihan jika dikatakan Ramadan adalah bulan pendidikan yang proses perjuangannya melampaui beratnya perang Badar pada masa Rasulullah. Sebagai latihan perang, tentu ada saat si terlatih itu harus mempraktikkan apa yang telah dilatihkan itu, tidak hanya pada bulan Ramadan. Justru latihan selama bulan puasa itu harus dibawa terus untuk menjalani kehidupan sebagai umat terbaik dalam mengelola kehidupan di Bumi atau Khalifah fil ardh.

Lewat puasa, kesadaran bahwa Allah selalu bersama kita di mana pun dan kapan pun terus menyala. Pada saat bersamaan, kesadaran kita tidak boleh berbuat menyimpang dari tuntunan Allah dengan sangat mudah selalu terjaga. Jika ada kesempatan kita untuk mencuri atau dalam konteks kekinian untuk korupsi, kita segera sadar kita sedang berpuasa.

Jika ada kesempatan kita untuk bergunjing tentang orang lain, karena saat itu sedang berpuasa, maka kita cepat sadar bahwa itu perilaku tidak baik. Bahkan untuk berkata yang tidak bermanfaat saja, dengan sangat mudah kita segera sadar bahwa itu tidak pantas dilakukan oleh orang yang sedang berpuasa.

Begitulah, dengan waktu selama satu bulan atau kurang lebih 30 hari berlatih untuk menjadi umat terbaik, diharapkan kondisi itu dapat dengan mudah dibawa ke hari-hari atau bulan-bulan berikutnya, setelah Ramadan. Tidak cukup dengan hanya berpuasa pada bulan Ramadan, umat Islam juga diberi kesempatan oleh Allah untuk terus mengasah kebiasaan baik lewat pilihan-pilihan puasa sunah, seperti Senin-Kamis atau puasa Daud (sehari puasa, sehari tidak puasa) dan ada puasa tiga hari setiap pertengahan bulan.

Kalau dulu ada kalimat bijak berbunyi, "Hormatilah orang berpuasa", kemudian dikiritisi dengan seharusnya jargon itu dibalik, "orang berpuasa harus menghormati yang tidak berpuasa". Hal itu menunjukkan bahwa pemahaman hakiki terhadap puasa makin meningkat. Hakikat puasa, jika dibawa ke mana-mana di luar Ramadan, akan membawa dampak luar biasa, baik secara religius maupun secara sosial dan politik.

Puasa adalah langkah preventif yang disediakan oleh agama untuk mendidik umatnya selalu menampilkan perilaku terpuji di mana pun berada, baik sebagai guru, mahasiswa, pejabat publik dan lainnya. Selamat menjalani puasa, selamat berlatih perang terberat dalam kehidupan. (ant)


Berita Lainnya