Laporan Gaza
Indonesia: Kekerasan di Gaza Sebagai Kejahatan Kemanusiaan
JAKARTA - Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menyebut eskalasi kekerasan di Jalur Gaza adalah kejahatan terhadap kemanusiaan sehingga PBB harus mendesak gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Berbicara dalam pertemuan darurat Sidang Majelis Umum PBB untuk membahas aksi ilegal Israel di wilayah pendudukan Palestina, yang digelar di New York pada Kamis (26/10/23), Retno meminta kekerasan di Gaza segera dihentikan, warga sipil dilindungi, dan bantuan kemanusiaan segera diberikan.
"Saya berdiri di sini tidak hanya sebagai Menlu Indonesia, tetapi juga sebagai seorang perempuan, ibu, dan nenek. Saya mohon tolong hentikan pembunuhan, lindungi warga sipil, dan beri akses ke bantuan kemanusiaan. Gunakan hati kalian untuk keadilan dan kemanusiaan,” kata Retno dalam keterangan tertulisnya.
Retno menyoroti begitu banyak pertemuan yang telah diselenggarakan PBB untuk membahas isu Palestina, tapi tak pernah berhasil karena kepentingan politik sempit.
Retno mengatakan dunia menolak melihat petaka di Gaza, padahal sampai hari ini, serangan dan pembantaian di Gaza masih terus terjadi.
Retno sangat menyayangkan bagaimana Dewan Keamanan PBB tak bisa mengambil langkah yang diperlukan, merujuk sejumlah rancangan resolusi konflik Israel-Palestina yang gagal disepakati karena diveto oleh anggota tetap DK PBB.
Untuk itu, kata Retno, Majelis Umum PBB harus dapat menjalankan peran yang gagal dijalankan oleh DK PBB.
Majelis Umum PBB harus membuktikan bahwa penduduk PBB menjunjung tinggi martabat dan nyawa manusia.
"Kehadiran saya di sini adalah untuk membela kemanusiaan. Indonesia mengutuk sekeras-kerasnya kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina, termasuk serangan terhadap rumah sakit dan tempat ibadah di Gaza," kata dia.
"Pembunuhan, penculikan, dan hukuman kolektif atas warga sipil tanpa pandang bulu harus dikecam karena tidak manusiawi dan melanggar hukum internasional,” ujar Retno.
Pada Rabu (24/10), Rusia dan China memveto rancangan resolusi yang diusulkan AS agar Dewan Keamanan PBB mengambil tindakan terhadap konflik Israel-Hamas dengan menyerukan jeda pertempuran untuk bantuan kemanusiaan, perlindungan warga sipil, serta penghentian mempersenjatai Hamas dan kelompok perlawanan Palestina lainnya.
AS mengajukan rancangan resolusi Sabtu pekan lalu setelah dunia semakin murka atas krisis kemanusiaan yang kian memburuk dan korban sipil yang terus bertambah di Gaza.
AS mengambil langkah tersebut beberapa hari setelah memveto rancangan yang diusulkan Brazil yang fokus kepada bantuan kemanusiaan, dengan dalih upaya diplomasi yang dipimpin AS memerlukan waktu lebih banyak lagi.
Teks awal dari rancangan AS itu mengejutkan banyak diplomat karena blak-blakan menyatakan Israel berhak membela diri dan menuntut Iran berhenti memasok senjata kepada kelompok-kelompok perlawanan Palestina, serta tidak mencakup seruan jeda kemanusiaan untuk akses bantuan.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia menuduh AS mengajukan rancangan resolusi yang mendorong Dewan Keamanan mengotorisasi serangan darat di Gaza oleh Israel, "ketika saat bersamaan membiarkan ribuan anak-anak Palestina mati."
Setelah dua veto itu, Dewan Keamanan kemudian melakukan voting pada naskah resolusi yang dirancang Rusia yang menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dan pencabutan perintah Israel kepada warga sipil di Gaza agar pindah ke selatan sebelum serangan darat.
Rusia gagal mendapatkan jumlah dukungan minimum yang diperlukan karena hanya mendapatkan empat suara.
Agar sebuah resolusi lolos, diperlukan setidaknya sembilan suara, dan tidak diveto oleh Amerika Serikat, Prancis, Inggris, Rusia dan China.
Setelah Dewan Keamanan menemui jalan buntu, Majelis Umum PBB yang beranggotakan 193 negara akan menggelar pemungutan suara Jumat(27/10/23) esok untuk rancangan resolusi gencatan senjata yang diajukan negara-negara Arab.
Tidak ada negara yang mempunyai hak veto di Majelis Umum PBB. Resolusi dalam Majelis Umum tidak mengikat, tetapi mempunyai bobot politik. (ant)