Makan Makan
Berburu Kuliner Legendaris di Kawasan Empang Bogor
Warung Nasi Uduk Kaum 58 Berdiri Sejak 1890
Di kala masih banyak orang yang mencari rezeki dan berolahraga di pagi hari, kali ini saya mengambil jalur ”fusion” yang menggabungkan teknik jalan pagi sambil berburu kuliner di kota Bogor pada Sabtu(3/2/24).
Commuter Line terlihat ramai dengan berbagai macam tipe penumpang. Ada yang berseragam merah putih ada yang mau tracking ada yang sedang mencari nafkah. Berlalu dari stasiun, saya mulai berjalan menuju target kuliner kali ini yaitu kawasan Empang Bogor. Kurang lebih 2 km jarak yang akan saya tempuh dari stasiun commuter Line ke Empang Bogor.
Lewat jalur Paledang melintasi berbagai aroma, dari aroma masakan warung nasi pinggir jalan, kopi sachet seduh dan sampah yang menumpuk di belakang kantor Dinas Lingkungan Hidup Bogor juga dipinggir jalannya. Tak jadi penghalang bagi saya untuk menembus polusi udara dari kendaraan yang padat merayap di sekitar Bogor Trade Mall dan turunan menuju Empang.
Kawasan ini menjadi sebuah kawasan wisata religius yang sangat terkenal karena ada pengaruh dakwah dan seorang tokoh masyarakat Bogor yang berasal dari Hadramaut Yaman yaitu Habib Abdullah bin Muhsin Al Attas. Makam beliau menjadi sasaran para peziarah makam yang ingin mendoakan juga mengucapkan terima kasih atas segala perjuangan beliau.
Yang menarik adalah tidak jauh dari masjid maupun makam Habib Empang terdapat warung Nasi Uduk Kaum 58 yang menurut sejarahnya sudah ada sejak 1890. Walau tergolong masih pagi saya datang namun menu komplitnya sudah ”sold out” sebagian. Karena tiap weekend memang selalu seperti itu kata salah satu pelayan warung tersebut. Menu spesial buat saya yaitu nasi uduk, semur jengkol, semur tahu, telur, kentang balado dan bala-bala(bakwan/ote-ote) menjadi menu utama perburuan kuliner hari ini.
Kelezatan nasi uduk khas Bogor dan rasa kentang balado yang terasa cita rasa ”jadul” nya menjadikan lidah ini riang gembira mengecap tiap rasa unik yang ada di dalam menu tersebut. Lembutnya semur jengkol dengan kuah encer yang manis gurih membuat selera makan menjadi meningkat bagaikan semburan oktan tinggi yang membakar ruang kombusi.
Usai santapan utama, saya segera membelikan oleh-oleh jajanan pasar berupa kue dan arem-arem khas Bogor yang gurih berisi daging ayam. Toko kue Simpang Tiga Empang ini sudah lama melayani jual beli jajanan pasar. Kue basah dan kue kering sampai gorengan premium tersaji disana dengan aneka harga dan jenisnya.
Agak masuk sedikit dari toko kue Simpang Tiga Empang ada toko kue roti konde khas Bogor Ka Nung yang sudah ada sejak 1975. Camilan khas Timur Tengah dari Samosa, Pastel, bumbu instan kebuli, maraq, dan masih banyak lagi tersedia di toko mungil sederhana namun banyak juga yang review. Terpampang foto-foto TV nasional yang meliput Toko Ka Nung ini.
Selesai transaksi di toko Ka Nung saya beranjak menuju pulang. Namun seketika kaki terhenti melihat godaan Toko Kopi Legendaris Tjap Kacamata Bah Sipit. Kopi yang dirintis oleh Yoe Hong Keng pada tahun 1925 ini sangat populer di kota Bogor dan sekitarnya.
Kekhasan kopi yang dijual dengan bungkus kertas sampul ini pun masih dijaga hingga kini. Seiring dengan modernisasi maka ”packaging” pun ada yang menggunakan saset. Memang jalur distribusi kopi Bah Sipit ini tidak sehebat kopi-kopi ”mainstream” yang merajalela. Namun dengan menjaga kualitas dan ke khasan membuat pelanggan lama maupun baru tetap bisa menikmati kopi Bah Sipit Tjap Kacamata ini.
Perhentian di kedai kopi yang berkonsep ”simple” ini pun menjadi penutup perjalanan ”fusion” pagi kali ini. Semoga kita semua diberikan kesehatan dan kesempatan mampir mencicipi kuliner legendaris di kawasan Empang Bogor. (mul)