Kesehatan

Awas Kanker Serviks! Berikut Cara Cegah dan Deteksi

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
10 Maret 2024 15:00
Awas Kanker Serviks! Berikut Cara Cegah dan Deteksi
Ilustrasi kanker seviks

JAKARTA - Kanker serviks menjadi fokus serius pemerintah karena data dari Indonesia Society of Gynecologic Oncology (INASGO) menunjukkan kanker serviks mendominasi proporsi kasus kanker yang sering dijumpai, mencapai sekitar 62 persen.

Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Subspesialis Onkologi RS PELNI Yuri Feharsal menyatakan penanganan kanker serviks menjadi salah satu prioritas dalam upaya eliminasi kanker di Indonesia. "Di Indonesia sendiri, kanker serviks adalah kanker yang paling sering ditemukan, sekitar 62 persen dari kasus kanker reproduksi. Namun, sayangnya, sekitar 70-80 persen kasus ini sudah dalam stadium lanjut ketika terdeteksi," ungkap Yuri dalam gelar wicara daring pada Sabtu.

Biaya pengobatan kanker serviks menjadi tinggi karena pembedahan memerlukan waktu lama dan sumber daya yang besar, mulai dari alat-alat pembedahan hingga perawatan pascaoperasi. Pasien kanker serviks juga sering mengalami komplikasi jangka panjang, seperti masalah berkemih, yang memerlukan perawatan tambahan, sehingga meningkatkan pengeluaran negara, terutama untuk kasus kanker serviks stadium lanjut.

Meskipun kanker serviks adalah jenis kanker organ reproduksi paling umum di Indonesia, program pencegahan dan kesadaran masyarakat masih belum optimal. Sebagian besar kasus terdeteksi pada stadium lanjut, yang mempersulit proses pengobatan dan meningkatkan risiko kekambuhan.

"Tata laksana kanker serviks di stadium lanjut umumnya melibatkan radiasi dan kemoterapi. Namun, modalitas yang canggih ini meningkatkan biaya pengobatan," ujar Yuri. Program pencegahan kanker serviks menjadi bagian dari rencana aksi nasional Kementerian Kesehatan yang bertujuan untuk mempercepat eliminasi penyakit ini. Program tersebut mencakup pencegahan, edukasi, evaluasi program, penelitian, dan pengelolaan kebijakan.

Salah satu langkah yang direncanakan adalah integrasi program pencegahan kanker serviks ke dalam program kesehatan masyarakat yang sudah ada. Dengan upaya yang terkoordinasi, diharapkan penanganan kanker serviks dapat menjadi lebih efektif dan berdampak positif bagi kesehatan masyarakat Indonesia.

Dokter spesialis kebidanan dan kandungan subspesialis onkologi dari Rumah Sakit PELNI, Yuri Feharsal, mengungkapkan bahwa kanker serviks dapat dicegah dengan menghentikan perilaku berisiko dan menjalani penanganan yang tepat.

Dalam sebuah diskusi kesehatan daring pada Sabtu, Yuri menjelaskan bahwa kanker serviks berasal dari infeksi human papillomavirus (HPV) pada leher rahim yang normal."Jika sistem kekebalan tubuh perempuan tersebut baik, dan tidak merokok atau melakukan hal-hal yang memicu perkembangan HPV, dalam satu tahun infeksi bisa sembuh sendiri dan kembali normal, atau HPV akan hilang dari leher rahim," ujarnya.

Namun, Yuri menambahkan bahwa infeksi HPV dapat kembali terjadi pada individu yang rentan atau terpapar faktor risiko. Yuri menjelaskan jika infeksi berulang, maka dapat terjadi persistensi infeksi yang menyebabkan infeksi HPV berubah menjadi lesi pra-kanker pada serviks.

Lesi pra-kanker pada beberapa kasus dapat mengalami regresi menjadi normal kembali jika perilaku berisiko dihentikan atau daya tahan tubuh kuat. Namun, jika lesi pra-kanker tidak ditangani dan infeksi HPV tetap persisten, maka lesi tersebut dapat berkembang menjadi kanker yang menyebar.

Yuri menyampaikan bahwa proses perkembangan lesi menjadi kanker yang menyebar membutuhkan waktu 10 hingga 20 tahun, sehingga ada peluang untuk mencegah perkembangan kanker serviks ke tahap yang lebih parah dengan tindakan pencegahan yang tepat. "Proses ini sebenarnya membutuhkan waktu 10-20 tahun, suatu proses yang cukup lama. Jadi mata rantai kanker bisa diputus. Karena dia membutuhkan waktu yang lama, kita bisa mencegah perkembangan kanker," katanya.
 
Yuri Feharsal, mengungkapkan deteksi dini dan penanganan cepat adalah kunci dalam mengatasi kanker serviks. Menurutnya, kanker serviks dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan inspekulo untuk melihat adanya tumor yang tumbuh di leher rahim.

"Dari pemeriksaan ini kita dapat menilai apakah di leher rahim ini ada massa tumor yang tumbuh. Pada kondisi normal, permukaan leher rahim akan terasa licin tanpa adanya tumor yang tumbuh," katanya dalam sebuah diskusi daring pada Sabtu. Yuri menjelaskan kanker serviks, atau kanker leher rahim, sebagian besar disebabkan oleh infeksi human papillomavirus (HPV).

Gejala umum yang mungkin timbul akibat kanker serviks antara lain pendarahan setelah berhubungan seksual, pendarahan haid yang berkepanjangan, keputihan berlebihan dan berbau, nyeri pada panggul, serta buang air kecil dan besar berdarah. Untuk pencegahan kanker serviks, Yuri mengacu pada rekomendasi dari World Health Organization (WHO) yang terdiri atas pencegahan primer, sekunder, dan tersier.

"Pencegahan primer dilakukan sebelum perempuan terpapar faktor risiko kanker serviks, umumnya melalui vaksinasi," kata Yuri. Sementara itu, upaya pencegahan sekunder dilakukan setelah perempuan terpapar faktor risiko, misalnya setelah berhubungan seksual, dengan melakukan deteksi dini.

"Apabila sudah terjadi kanker, harus mencegah kanker berprogres menjadi lebih buruk sehingga harus dilakukan terapi segera, itu namanya pencegahan tersier," tambahnya. (ant)
 
 
 
 


 
 


Berita Lainnya