Makan Makan

3 Jam Ludes! Kue Balok Legendaris Sejak 1952

Mulyana — Satu Indonesia
1 hour ago
3 Jam Ludes! Kue Balok Legendaris Sejak 1952
Kue Balok Khas Bogor Jl. Raya Dramaga yang melegenda. (Foto: Satuindonesia.co/Mulyana)

BOGOR, SATUINDONESIA.CO -  Pagi buta di Kota Hujan selalu punya cerita. Saat sebagian orang masih terlelap, denyut kehidupan sudah berdesakan di setiap sudut jalan. Ada ojol yang mengangkut penumpang pertama, pedagang sayur sibuk menata dagangan, aroma gorengan dan batagor mengepul di udara, hingga pelajar yang bergegas menuju sekolah.

Di antara keramaian itu, saya melangkah menuju sebuah tujuan yang tak hanya memanjakan lidah, tapi juga membangkitkan kenangan: sebuah kedai pikul mungil penjual kue balok khas Bogor di depan Toko Terang Textile, Jalan Raya Dramaga.

Suasana interaksi yang asyik hanya di Kue Balok Khas Bogor (Mul)

Jejak Sejarah Kue Balok 
Kedai ini bukan sekadar tempat sarapan. Sejak 1952, aroma kue balok yang dipanggang dengan arang kayu sudah menyapa warga Bogor setiap pagi. Pak Balok, bercerita bahwa resep ini dibawa sang ayah,Dari Tangerang ke Bogor. Menurut penuturan Pak Balok sebagai generasi kedua penerus usaha dengan resep kue warisan dari ayahnya yang bernama Suhendi yang berasal dari Garut yang merantau dari Tangerang ke Bogor. Nama “kue balok” muncul saat sang ayah pernah berjualan di kawasan Gudang Balok, Pasar Anyar, Tangerang. Versi lain menyebut kue ini terinspirasi dari panekuk Belanda, namun dibuat lebih padat dan tanpa susu dan telur agar terjangkau harganya  oleh rakyat biasa pada masa itu. Ada juga yang menuturkan bahwa kue balok bermula karena bentuknya yang persis balok kayu dan padat.

Penampakan Kue Balok Mantap dan Kopi Hitam Nikmat (Mul)

Beda dari Kue Balok Bandung
Kue balok Bogor dimasak dengan arang kayu tanpa api atas, sehingga teksturnya padat dengan manis yang pas dan aroma yang ringan. Tidak seperti kue balok Lembang yang diberi arang di atas cetakan, versi Bogor ini mempertahankan resep turun-temurun tanpa sentuhan telur atau susu.Melainkan ditambah dengan parutan kelapa yang tidak tua dan tidak juga muda sehingga menambah kompleks namun tetap nyaman di lidah.

Kopi Tubruk dan Langseng Tembaga

Kue balok di sini tak pernah sendirian. Sejak awal berdiri, ia selalu ditemani kopi tubruk panas yang diseduh dengan langseng tembaga berkeran jadul. Kopinya dibeli dari penggiling lokal di Bogor, menghasilkan rasa pahit gurih dengan sedikit sentuhan asam. Sensasi terbaik adalah ketika kue balok dicelupkan ke dalam kopi panas, melebur menjadi perpaduan rasa yang nyaman, hangat dan harmonis.

“Resepnya nggak pernah berubah,” kata Pak Balok sambil menuang adonan dan mengipasi arang.

Dengan alat panggang dan langseng klasik sejak 1952 tetap setia menemani pelanggan kue Balok khas Bogor

Lebih dari Sekadar Sarapan
Dengan harga Rp 2.500 per kue dan Rp 10.000 per gelas, pengalaman sarapan di sini bukan sekadar makan, melainkan menikmati warisan kuliner, interaksi hangat, pengalaman nuansa vintage yang semakin langka di era modern. Bahkan tiap usai kita bertransaksi ada hal menarik yang selalu diucapkan pak Balok yaitu:¨ Terima kasih, semoga sehat selalu¨. Buat saya itu hal penting untuk menjalin hubungan dengan pelanggan dengan cara terima kasih disertai doa.

Warisan yang Terancam Hilang
Sayangnya, warisan ini terancam punah. Anak-anak Pak Balok memilih bekerja di sektor lain. “Mungkin karena saya nggak sekolah, jadi cuma bisa jualan kue ini,” ucapnya lirih. Kedai ini pun hanya buka pukul 04.00–07.00 pagi, karena setelah itu lokasi berdagang harus steril. Namun justru itulah yang membuatnya istimewa siapa cepat, dia dapat.

Penyajian kopi khas jaman dulu dengan cara yang unik dan kopi racikan yang nikmat (Mul)

Pertemuan dengan Kakek Penjual Tape
Selepas menyeruput kopi dan menyantap kue balok, pandangan saya tertuju pada sosok kakek tua yang berjalan perlahan sambil memikul dagangan. Melihat tekstur tape singkong berwarna putih bersih tampak berbeda dari biasanya, dan seolah memanggil untuk dicicipi.

Kakek penjual Tape berasal dari Cicurug, Sukabumi. Setiap pagi, ia menempuh perjalanan dengan angkutan umum, dan berkeliling memikul tape di kota Bogor.

Saya teringat penjelasan seorang dokter di medsos bahwa tape singkong mengandung probiotik alami yang jumlahnya bisa melampaui yoghurt susu sapi, dengan gizi lebih kompleks. Dugaan saya benar: tape buatan Cicurug terasa manis, legit, dan tidak terlalu asam. Saya membelinya, sambil berdoa agar dagangannya laris.

Langkah Pulang, Hikmah yang Tertinggal
Perjalanan belum usai. Ada titipan membeli sop Mang Udin langganan yang pernah saya ulas sebelumnya Klik disini. Dengan pakaian olahraga, saya berjalan santai, meski langkah ini berpadu dengan asupan kalori tinggi. Sebuah kebiasaan yang mungkin hanya dipahami oleh “klub” orang-orang yang selalu bertekad diet mulai besok dan pengen kurus tapi hobi makan terus. Hehehe…..

Di sepanjang perjalanan pulang, pikiran saya mengendap pada satu hal: betapa perjalanan sederhana di pagi hari dapat membawa begitu banyak pelajaran. Sehebat apapun kita, selalu ada yang lebih hebat; sesibuk apapun kita, ada yang lebih sibuk. Namun, bahagia selalu menjadi milik mereka yang mau berhenti sejenak, merasakan, dan bersyukur kepada Tuhan atas apa yang telah dimiliki. (mul)



#KueBalokBogor #KulinerLegendaris #WisataKulinerBogor #KopiTubruk #JajananTradisional #TapeSingkong #KueBalok1952 #KulinerVintage #SarapanBogor #StreetFoodIndonesia


Berita Lainnya