Nasional

Vonis Bebas Kasus "Lord Luhut" Kemenangan Demokrasi

Pejabat Negara Tak Boleh Antikritik

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
09 Januari 2024 17:00
Vonis Bebas Kasus "Lord Luhut" Kemenangan Demokrasi
Terdakwa Direktur Lokataru Haris Azhar (kanan) dan mantan Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti (kiri) di PN Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).

JAKARTA -  Aktivis antikorupsi Yudi Purnomo, menyebut vonis bebas kasus "Lord Luhut" yang diterima oleh Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti sebagai kemenangan dookrasi. kasus tersebut sebagai pembelajaran penting tentang perlunya sikap terbuka terhadap kritik bagi pejabat negara.

Menurut Yudi, pejabat harus terbuka dan menerima kritik sebagai bagian dari konsekuensi logis jabatan mereka sebagai pelayan masyarakat yang digaji oleh uang rakyat. Ia menyambut baik vonis bebas Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur terhadap keduanya yang awalnya diperkarakan oleh Menko Marves Luhut Binsar Panjaitan dalam kasus Lord Luhut itu.  Yudi menganggapnya vonis bebas itu sebagai kemenangan demokrasi dan jaminan kebebasan bersuara bagi warga negara Indonesia.

Yudi menilai  keputusan pengadilan ini memberikan jaminan dan yurisprudensi  pengadilan memahami arti penting kritik terhadap pejabat pemerintah dan negara sebagai mekanisme kontrol pemerintahan, yang juga dijamin oleh konstitusi.

Dia menekankan  kritik, seberapa pun kerasnya, merupakan masukan berharga untuk perubahan dan introspeksi. Yudi berpendapat  membawa kritik ke ranah hukum atau pidana tidak akan menyelesaikan masalah.

Yudi berharap  putusan ini akan menjadi momentum bagi UU ITE untuk lebih ramah terhadap warga negara Indonesia, khususnya para aktivis yang rentan dikriminalisasi karena kritikan dan suara lantang mereka. Baginya, posisi aktivis yang dianggap lemah ketika berhadapan dengan pejabat harus diakui dan dihormati.

Dia menyatakan apresiasi terhadap kerja keras penasihat hukum Haris dan Fatia yang berhasil membuktikan  klien mereka tidak bersalah. Yudi berharap  vonis bebas ini menjadi pembuktian  keadilan masih ada di Indonesia, dan kasus ini seharusnya memberikan pengingat tentang pentingnya kebenaran dan kebebasan berpendapat yang harus dijaga dan dihormati. (ant)


Berita Lainnya