Bisnis

Starlink Jual Internet Murah, Provider Lokal "Siap-Siap Nyerah"

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
30 Mei 2024 15:00
Starlink Jual Internet Murah, Provider Lokal "Siap-Siap Nyerah"
Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha dalam wawancara cegat usai acara focus group discussion (FGD) terkait hadirnya Starlink di industri penyediaan layanan internet di Kantor KPPU, Jakarta, Rabu (29/5/2024) (ANTARA/Fathur Rochman)

JAKARTA - Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha menyatakan harga murah yang ditawarkan oleh penyedia jasa internet berbasis satelit, Starlink, belum tentu dapat dikategorikan sebagai praktik penjualan di harga modal yang disebut "predatory pricing".

Menurut Eugenia, "predatory pricing" tidak hanya berarti harga murah, tetapi juga melibatkan sejumlah persyaratan lain yang harus dipenuhi agar dapat disebut demikian. Eugenia menegaskan tuduhan terhadap Starlink sebagai pelaku "predatory pricing" berdasarkan harga murah yang mereka tawarkan tidaklah benar. Hal ini juga diperkuat oleh pandangan Anggota KPPU lainnya, Hilman Pujana, yang menyatakan praktik tersebut tidak hanya tentang harga jual yang lebih murah, tetapi ada sejumlah persyaratan lainnya yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai "predatory pricing".

Acara dari Universitas Indonesia, Ine Minara Ruky, menjelaskan "predatory pricing" adalah strategi untuk menyingkirkan pesaing dari pasar dengan menetapkan harga di bawah biaya untuk mendapatkan posisi monopoli. Namun, Ine menambahkan bahwa di industri digital, praktik tersebut tidak lazim karena persaingan di industri digital bersifat destruktif dan berbasis inovasi.

Ine menjelaskan bahwa persaingan mencapai posisi monopoli dengan unggul dalam inovasi merupakan hal yang sah secara bisnis. Mengenai Starlink, Ine menyatakan bahwa langkah perusahaan tersebut untuk memberikan diskon harga merupakan strategi harga promosi yang wajar dalam bisnis, bukan "predatory pricing".

Starlink memberikan potongan harga sebesar 40 persen untuk penjualan perangkat di Indonesia hingga 10 Juni. Dengan diskon tersebut, perangkat Starlink ditawarkan dengan harga Rp4,68 juta dari harga Rp7,8 juta. Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Eugenia Mardanugraha menjelaskan bahwa harga murah yang ditawarkan oleh penyedia jasa internet berbasis satelit, Starlink, belum tentu bisa dikategorikan sebagai praktik penjualan di bawah harga modal, yang disebut "predatory pricing".

Menurut Eugenia, "predatory pricing" tidak hanya berarti harga murah, tetapi juga melibatkan sejumlah persyaratan lain yang harus dipenuhi agar dapat disebut demikian. Eugenia menegaskan bahwa tuduhan terhadap Starlink sebagai pelaku "predatory pricing" berdasarkan harga murah yang mereka tawarkan tidaklah benar. Hal ini juga diperkuat oleh pandangan Anggota KPPU lainnya, Hilman Pujana, yang menyatakan praktik tersebut tidak hanya tentang harga jual yang lebih murah, tetapi ada sejumlah persyaratan lainnya yang harus dipenuhi untuk bisa disebut sebagai "predatory pricing".

Akademisi dari Universitas Indonesia, Ine Minara Ruky, menjelaskan "predatory pricing" adalah strategi untuk menyingkirkan pesaing dari pasar dengan menetapkan harga di bawah biaya untuk mendapatkan posisi monopoli. Namun, Ine menambahkan di industri digital, praktik tersebut tidak lazim karena persaingan di industri digital bersifat destruktif dan berbasis inovasi.

Ine menjelaskan persaingan mencapai posisi monopoli dengan unggul dalam inovasi merupakan hal yang sah secara bisnis. Mengenai Starlink, Ine menyatakan bahwa langkah perusahaan tersebut untuk memberikan diskon harga merupakan strategi harga promosi yang wajar dalam bisnis, bukan "predatory pricing".

Starlink memberikan potongan harga sebesar 40 persen untuk penjualan perangkat di Indonesia hingga 10 Juni. Dengan diskon tersebut, perangkat Starlink ditawarkan dengan harga Rp4,68 juta dari harga Rp7,8 juta. (ant)


Berita Lainnya