Nasional
Skandal Pagar Laut di Tangerang: Bareskrim Polri Periksa Tujuh Pejabat Terkait Dugaan Pemalsuan dan TPPU
JAKARTA — Bareskrim Polri terus mendalami kasus dugaan pelanggaran hukum dalam skandal pagar laut di pesisir Kabupaten Tangerang, Banten. Pada Senin (03/02/25), sebanyak tujuh saksi dari kalangan pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Tangerang diperiksa oleh Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.
Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro, Dirtipidum Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa pemeriksaan ini merupakan kelanjutan dari proses yang telah dimulai sejak 23 Januari 2025. "Hari ini, kami memeriksa tujuh orang, termasuk pejabat Inspektorat BPN, mantan kepala Kantah Kabupaten Tangerang, serta beberapa kepala seksi di Kantah Kabupaten Tangerang," ujar Djuhandani di Jakarta Selatan.
Dugaan Penguasaan Lahan Ilegal dan Pemalsuan Dokumen
Kasus ini bermula dari dugaan penguasaan lahan secara ilegal di kawasan pantai utara Tangerang, di mana ditemukan pancang bambu sepanjang 30,16 kilometer. Dittipidum Bareskrim Polri telah mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) sejak 10 Januari 2025, dengan fokus pada dugaan pemalsuan dokumen kepemilikan lahan.
"Kami telah menerima 263 berkas terkait sertifikat kepemilikan lahan dari Kantah Kabupaten Tangerang. Selain itu, kami juga meminta keterangan dari masyarakat pemohon hak, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), serta Kantor Jasa Surveyor Berlisensi (KJSB)," jelas Djuhandani.
Potensi Jeratan Pasal Berat
Dalam pengembangan kasus ini, penyidik menemukan indikasi kuat adanya pemalsuan dokumen dan dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Tim penyidik menyiapkan sangkaan berdasarkan Pasal 263 dan Pasal 264 KUHP, yang mengatur pemalsuan dokumen dengan ancaman pidana hingga delapan tahun penjara.
"Kami sedang menyusun konstruksi hukum untuk memastikan apakah kasus ini memenuhi unsur pidana. Gelar perkara akan kami lakukan besok untuk menentukan apakah penyelidikan ini naik ke tahap penyidikan," tambah Djuhandani.
Pasal 263 KUHP mengatur tentang ancaman pidana enam tahun bagi pelaku pemalsuan surat, sementara Pasal 264 KUHP menjerat pelaku pemalsuan akta otentik dengan ancaman delapan tahun penjara. Selain itu, kasus ini juga berpotensi melibatkan pelanggaran dalam Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang. (mul)
#SkandalPagarLaut #KorupsiLahan #BareskrimPolri #PemalsuanDokumen #TPPU #Tangerang #BPN #KantahTangerang