Gaya Hidup

Regulasi AI di Indonesia Mengacu Negara Maju

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
27 Februari 2024 14:30
Regulasi AI di Indonesia Mengacu Negara Maju
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria saat memberikan Keynote Speech dalam Seminar AI dan Transformasi Dunia Komunikasi, di Kantor Pusat Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia, Jakarta Pusat, Sabtu (24/2/2024), Sabtu (24/2/2024). (ANTARA/HO-Kemenkominfo)

JAKARTA - Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika Nezar Patria mengungkapkan Kementerian Kominfo mengadaptasi perkembangan penggunaan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dengan mengacu pada regulasi yang diberlakukan di negara-negara maju.

"Kami selalu mengikuti perkembangan pengaturan AI di tingkat global, seperti di Amerika di mana Presiden Joe Biden mengeluarkan Executive Order untuk pengaturan AI," ujarnya. Nezar menyebut ada empat negara yang dijadikan patokan dalam pengembangan tata kelola AI di Indonesia. Amerika Serikat dengan Executive Order on the Safe, Secure, and Trustworthy Development and Use of AI tahun 2023, Uni Eropa dengan European Union AI Act, China dengan Interim Measures for the Management of Generative AI Services, dan Brasil dengan rancangan regulasi AI Bill No.2238 on the Use of AI.

"Di Indonesia, kami telah mengeluarkan Surat Edaran Menteri Kominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang Etika Kecerdasan Buatan yang bersifat regulasi lunak, yaitu aturan yang mengikat secara hukum tetapi cukup sebagai acuan awal bagi ekosistem pengembangan AI di Indonesia," jelasnya.

Nezar menjelaskan negara maju dan berkembang memiliki dua pendekatan dalam implementasi pengembangan AI, yaitu Principle Based atau Rule Based. "Pendekatan Principle Based diadopsi oleh Uni Eropa, di mana mereka tidak memperhatikan prosesnya asal sesuai dengan prinsip dan nilai etik yang telah ditetapkan. Sementara Amerika dan China cenderung menggunakan pendekatan Rule Based yang mengatur proses-prosesnya tanpa terlalu memperhatikan hasil atau output pengembangan AI," kata Nezar.

Menurutnya, regulasi yang halus melalui Surat Edaran Etika AI, didukung oleh acuan dari negara-negara maju, dapat mengurangi risiko penyalahgunaan AI, seperti penggunaan AI generatif yang dapat menyebabkan dampak negatif seperti diskriminasi, halusinasi, dan penyebaran misinformasi dan disinformasi.

Nezar mengutip laporan World Economic Forum yang menyebutkan bahwa AI-Generated Misinformations and Misinformations menjadi lima top isu yang sangat ditakuti oleh sekitar 1.400 CEO dunia. Oleh karena itu, Nezar menegaskan pentingnya tata kelola AI untuk menghindari disinformasi dan misinformasi. (ant)


Berita Lainnya