Gaya Hidup
Perpusnas: Tanpa Literasi Yang Kuat, Bangsa Tidak Akan Produktif
JAKARTA - Deputi Bidang Pengembangan Sumber Daya Perpustakaan, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Adin Bondar mengatakan tanpa budaya literasi yang kuat akan mengakibatkan penguasaan pengetahuan yang tidak maksimal, dan menjadikan bangsa menjadi tidak produktif.
"Kita semua tahu budaya literasi adalah esensial, terutama dalam menuju Indonesia Emas 2045," katanya saat ditemui seusai acara Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) soal Budaya Literasi di Jakarta, Sabtu malam (30/9/23).
Adin mengatakan kebiasaan dalam membaca adalah perilaku yang bisa dibangun ketika ada stimulasi yang kuat, yang seharusnya berawal dari keluarga.
Seperti halnya pengembangan karakter, motorik, dan emosi, kata dia, budaya literasi harus diajarkan sejak dini kepada anak. Sehingga, budaya literasi dapat menjadi budaya yang dikembangkan seorang anak hingga dewasa.
Menurutnya, dengan budaya literasi yang baik, maka beberapa hal buruk lain yang saat ini menjadi persoalan bangsa Indonesia dapat dicegah.
"Seperti halnya mencegah gizi buruk dan stunting. Itu bukan hanya faktor kemiskinan, tapi juga karena ketidaktahuan ingin memberi anak makan apa. Padahal, resources kita bagus," ujarnya.
Adin menegaskan tidak ada negara maju yang tidak memiliki budaya baca dan literasi yang kuat, karena hal tersebut merupakan dasar yang harus dibangun.
Senada dengan hal tersebut, Kepala Badan Bahasa Kemendikbud Ristek Prof Aminudin Aziz mengatakan pembentukan budaya literasi sangat penting dan menjadi satu program prioritas nasional, dan diwujudkan dengan adanya Rencana Strategis Nasional yang telah dicanangkan.
Oleh karena itu, Aminudin mengatakan pihaknya telah berupaya dengan mengirimkan sebanyak 15,4 juta eksemplar buku bacaan ke berbagai satuan pendidikan di Indonesia untuk meningkatkan budaya literasi.
Buku yang dikirim, kata dia, bukan hanya sekedar dikirim tanpa dimanfaatkan. Untuk itu pihaknya mengadakan pelatihan kepada Kepala Sekolah dan guru di satuan pendidikan terkait untuk dapat memanfaatkan buku tersebut secara optimal.
"Setelah pelatihan juga tidak dibiarkan, ada proses pendampingan," ujarnya.
Sebelumnya, pengiriman buku bacaan terfokus di sejumlah satuan pendidikan anak usia dini di daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T). Kedepannya, buku bacaan akan didistribusikan secara merata ke seluruh daerah, tutur Prof Aminudin Aziz. (ant)