Internasional
Pada Kena Boikot, PHRI Desak Pemerintah Konfirmasi Mana yang Produk Israel
JAKARTA - Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah untuk mengklarifikasi daftar perusahaan dan produk yang terafiliasi dengan Israel guna mencegah kegaduhan di masyarakat.
“Pemerintah harus segera melakukan dialog sosial dengan masyarakat untuk mendiskusikan produk-produk yang terafiliasi dengan Israel. Ini penting agar masyarakat memahami perusahaan-perusahaan multinasional di Indonesia menjalankan bisnisnya secara profesional,” kata Ketua Umum PHRI, Haryadi Sukamdani di Jakarta, Kamis.
Haryadi menyoroti munculnya daftar yang dikeluarkan oleh sejumlah kelompok yang memuat nama perusahaan dan produk yang terafiliasi dengan Israel. Menurutnya, daftar tersebut perlu dikonfirmasi kebenarannya. Selain itu, pemerintah juga diminta untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa perusahaan multinasional yang ada di Indonesia tidak terafiliasi dengan ideologi politik apapun. Jika pun ada afiliasi, pemerintah diharapkan dapat memilah nama yang bersangkutan secara bijak dan tepat, karena langkah ini bisa mempengaruhi mata pencaharian pegawai-pegawai yang bekerja di perusahaan yang masuk dalam daftar boikot.
Haryadi merasa prihatin melihat kejadian tersebut, karena pihaknya sudah mengonfirmasi dengan pemegang merek yang menjual produk yang diboikot. Ia menyatakan bahwa tidak ada satu pun produk multinasional di Indonesia yang terafiliasi dengan Israel. Dalam pertemuannya dengan pemegang merek, PHRI sudah meminta agar setiap perusahaan menyosialisasikan kepada masyarakat produknya tidak terafiliasi dengan Israel. Namun, berita-berita boikot di berbagai platform media membuat klarifikasi mereka menjadi tenggelam.
“Kami sudah meminta setiap merek untuk menyosialisasikan ketidakterkaitan mereka dengan Israel. Sayangnya, berita-berita klarifikasi tenggelam oleh berita-berita yang lebih menyudutkan mereka,” kata dia. Contohnya adalah merek Starbucks, yang disebut-sebut terafiliasi dengan Israel. Padahal, mereka memberikan bantuan kemanusiaan ke Gaza sebesar Rp5 miliar saat ulang tahun perusahaan.
“Yang saya lihat, apesnya adalah perusahaan Amerika. Tapi bukan korporasinya, apalagi mereka beroperasi di berbagai negara, termasuk negara-negara yang masih berkonflik di Timur Tengah,” ujarnya. Haryadi meminta masyarakat untuk memilah berita yang dikonsumsi. Masyarakat dapat memeriksa keberadaan perusahaan-perusahaan yang diduga terafiliasi dan sikap perusahaan terhadap Palestina.
“Masyarakat bisa mengecek keberadaan mereka dan sikap mereka terhadap Palestina. Saya sudah mengecek, mereka adalah perusahaan yang bekerja secara profesional dan tidak terkait dengan ideologi,” ucap Haryadi. (ant)