Gaya Hidup

Ortu Wajib Waspada! Begini Dampak Buruk Masukkan Anak ke SD Sebelum Waktunya

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
07 Juli 2024 12:00
Ortu Wajib Waspada! Begini Dampak Buruk Masukkan Anak ke SD Sebelum Waktunya
Ilustrasi anak-anak bermain dengan teman sebayanya.

JAKARTA - Psikolog anak dan keluarga, Samanta Elsener dari Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI), mengungkapkan sejumlah dampak buruk yang dapat terjadi pada anak yang masuk ke Sekolah Dasar (SD) sebelum waktunya.

"Persiapan perkembangan psikososialnya perlu diperhatikan. Jika hasil psikotes menunjukkan anak mampu mengikuti proses belajar di SD, maka orang tua dapat menyekolahkan anak di usia 6 tahun. Jika tidak, psikolog tidak akan merekomendasikan masuk SD," kata Samanta di Jakarta. Samanta menjelaskan usia ideal anak masuk SD sebenarnya bergantung pada kesiapan mereka untuk berbaur dengan lingkungan baru. Umumnya, anak-anak bisa mengikuti pembelajaran di usia antara 6-7 tahun.

Namun, seringkali ada anak yang dimasukkan ke SD sebelum waktunya. Akibatnya, mereka mungkin mengalami beberapa dampak buruk, seperti menjadi malas belajar atau merasa tertekan. Hal ini dapat menyebabkan orang tua menerima banyak keluhan dari guru karena prestasi belajar anak yang kurang memuaskan.

Samanta menilai hal ini disebabkan oleh ketidaksiapan mental dan kognitif anak untuk memulai hal baru. "Secara psikososial dan emosional, kesiapan ini penting bagi anak agar mereka dapat mengikuti kegiatan belajar di sekolah dengan menyenangkan," ujarnya. Oleh karena itu, jika orang tua tetap bersikeras menyekolahkan anak sebelum usia idealnya, diperlukan persiapan ekstra. Anak perlu diberikan pemahaman secara bertahap agar bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya.

Samanta menyarankan agar orang tua mendorong anak-anak untuk berinteraksi dengan banyak orang, sehingga mereka terstimulasi untuk berbaur dengan lingkungannya. Ajarkan anak untuk bermain bersama teman melalui simulasi bermain dengan dua-tiga orang atau dalam skala ruang bermain yang lebih ramai.

Samanta juga menyarankan langkah pencegahan agar anak tidak menjadi pelaku atau korban perundungan (bullying) di sekolah. Orang tua dapat mempererat hubungan dengan orang tua siswa lainnya, membuat janji untuk bermain bersama, serta mengajarkan anak untuk saling menyayangi dan menghargai teman-temannya.

"Jangan lupa juga untuk mengajarkan anak memakai sepatu sendiri, mengganti baju, dan lulus toilet training. Pastikan anak bisa makan sendiri dan mampu berpisah dari orang tua dalam waktu lama agar kemandiriannya makin terbentuk," kata Samanta. (ant)
 
 


Berita Lainnya