Nasional

Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta Ditangkap Kejagung, Terseret Suap Kasus Ekspor CPO dan Kontroversi Putusan KM 50

Redaksi — Satu Indonesia
1 day ago
Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta Ditangkap Kejagung, Terseret Suap Kasus Ekspor CPO dan Kontroversi Putusan KM 50
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), resmi ditangkap oleh tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Sabtu malam (Foto: Istimewa)

JAKARTA – Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta (MAN), resmi ditangkap oleh tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Sabtu malam, 12 April 2025, terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi dalam penanganan perkara ekspor crude palm oil (CPO). Penangkapan ini menambah panjang daftar kontroversi yang melibatkan Arif, yang sebelumnya juga disorot karena memutus bebas pelaku pembunuhan enam anggota Laskar FPI dalam kasus KM 50.

Terseret Suap Rp 60 Miliar dalam Kasus Ekspor CPO
Menurut pernyataan resmi Kejagung, Arif diduga menerima suap hingga Rp 60 miliar dari dua advokat—Marcella Santoso (MS) dan Ariyanto (AR)—guna memengaruhi vonis lepas terhadap tiga perusahaan besar: Permata Hijau Group, Wilmar Group, dan Musim Mas Group dalam perkara korupsi ekspor minyak sawit mentah (CPO).

Selain MAN, Kejagung juga menetapkan tiga tersangka lainnya, yakni panitera muda Wahyu Gunawan (WG) dari PN Jakarta Utara serta dua pengacara pemberi suap. Mereka diduga terlibat dalam skema gratifikasi terhadap majelis hakim demi memuluskan putusan lepas terhadap terdakwa korporasi.

Jejak Kontroversial: Putusan Bebas Kasus KM 50
Nama Arif Nuryanta tak asing dalam catatan kasus kontroversial. Pada 18 Maret 2022, saat menjabat sebagai Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan, Arif memutus bebas dua anggota Resmob Polda Metro Jaya—Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Yusmin Ohorella—dalam perkara pembunuhan enam anggota Laskar Front Pembela Islam (FPI) di KM 50 Tol Jakarta-Cikampek.

Dalam amar putusannya, hakim menyatakan bahwa kedua terdakwa terbukti melakukan tindak pidana sesuai dakwaan primer Pasal 338 KUHP. Namun, karena tindakan mereka disebut sebagai pembelaan terpaksa dan pembelaan melampaui batas, keduanya dinyatakan tidak dapat dijatuhi pidana dengan alasan pembenar dan pemaaf. Putusan ini menuai kritik luas dari publik, pengamat hukum, dan aktivis HAM.

KPK Telusuri Dugaan Keterlibatan Hakim Agung
Dalam perkembangan terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 25 Maret 2024 memeriksa dua Hakim Agung Mahkamah Agung (MA), Desnayeti dan Yohanes Priyana, sebagai saksi terkait kasus dugaan gratifikasi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan tersangka Gazalba Saleh (GS). Pemeriksaan tersebut fokus pada proses musyawarah dalam putusan kasasi kasus KM 50 yang ditolak oleh MA pada akhir 2022.

Meski belum diungkap secara detail, pemeriksaan itu diduga membuka peluang adanya korelasi antara perkara korupsi di MA dan putusan bebas KM 50. Gazalba Saleh sendiri merupakan salah satu hakim dalam komposisi majelis pada perkara tersebut.

Reformasi Peradilan Kembali Jadi Tuntutan Publik
Kasus ini memperkuat sorotan tajam publik terhadap integritas lembaga peradilan di Indonesia. Dugaan suap terhadap hakim tingkat pertama dan indikasi korupsi dalam proses kasasi di MA menjadi sinyal kuat bahwa reformasi sistem peradilan harus dilakukan secara menyeluruh, mulai dari rekrutmen hakim, pengawasan internal, hingga sistem penjatuhan sanksi etik. (mul)

#SuapHakim #MuhammadArifNuryanta #KorupsiCPO #KM50 #KejaksaanAgung #WilmarGroup #PermataHijauGroup #MusimMasGroup #ReformasiPeradilan #BeritaTerkini #BreakingNews #KasusKM50 #MA #KPK #KorupsiIndonesia


Berita Lainnya