Nasional
Kasus Suap Eks-Ketua KPK Firli Bahuri Mangkrak, Kritik Mencuat
JAKARTA – Tahun 2023 ditutup dengan catatan kelam dalam sejarah pemberantasan korupsi Indonesia. Untuk pertama kalinya, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Namun, hingga kini, proses hukum atas kasus tersebut belum menunjukkan perkembangan berarti.
Dugaan Pemerasan dan Penetapan Tersangka
Firli Bahuri resmi ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya pada 22 November 2023. Ia diduga menerima suap miliaran rupiah dari SYL, termasuk Rp1 miliar yang diserahkan dalam pertemuan di Gelanggang Olahraga (GOR) Tangki, Jakarta Barat, pada 2 Maret 2022. Atas perbuatannya, Firli dijerat Pasal 12 e, Pasal 12 B, dan Pasal 11 UU Tipikor juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Namun, Firli menolak penetapan tersangka tersebut dan mengajukan praperadilan pada 24 November 2023. Sayangnya, upaya hukum ini kandas setelah Hakim Imelda dari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilannya pada 9 Desember 2023.
Berkas Kasus yang Mangkrak
Polda Metro Jaya telah dua kali melimpahkan berkas kasus Firli ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Namun, berkas tersebut selalu dikembalikan karena dianggap belum lengkap.
Pelimpahan pertama dilakukan pada 15 Desember 2023, tetapi berkas dikembalikan pada 29 Desember 2023. Upaya kedua dilakukan pada 24 Januari 2024, tetapi kejaksaan kembali mengembalikannya pada 2 Februari 2024. Hingga kini, berkas tersebut belum dilimpahkan kembali.
"Kami menangani tiga kasus terkait Firli sekaligus, termasuk tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan pelanggaran UU KPK. Kami tidak ingin mencicil perkara, sehingga prosesnya membutuhkan waktu lebih lama," jelas Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto.
Firli Bahuri Mangkir dari Pemanggilan
Firli berkali-kali mangkir dari panggilan polisi. Pada 6 Februari dan 26 Februari 2024, ia tidak memenuhi panggilan pemeriksaan. Pemanggilan ulang pada 28 November 2024 juga tidak diindahkan. Hingga kini, belum ada tindakan tegas berupa penjemputan paksa terhadap Firli.
Kritik dan Desakan Penyelesaian Kasus
Mangkraknya kasus ini menuai kritik dari berbagai pihak. Wakil Ketua Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), Kurniawan Adi Nugroho, menilai lambatnya proses hukum disebabkan budaya ewuh pakewuh di kepolisian.
"Kasus ini tidak mangkrak karena substansi hukum. Penetapan tersangka dan penolakan praperadilan menunjukkan proses hukum sudah sesuai. Ini lebih kepada segan karena Firli berasal dari institusi yang sama," ujar Kurniawan.
Ia mendesak Polda Metro Jaya segera limpahkan berkas kasus Firli ke kejaksaan demi kepastian hukum. "Tidak bisa seseorang berstatus tersangka seumur hidup. Jika terbukti bersalah atau tidak, biarlah hakim yang memutuskan," tegasnya.
Langkah Firli Bahuri Mempertahankan Diri
Firli diketahui mengajukan surat ke kepolisian untuk menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Ia juga mempersoalkan pengusutan TPPU dan pelanggaran UU KPK, yang menurutnya merupakan kewenangan KPK, bukan kepolisian.
Kuasa hukum Firli, Ian Iskandar, menilai tuduhan terhadap kliennya tidak memenuhi syarat materiil. "Unsur-unsur yang dituduhkan kepada beliau tidak terpenuhi," katanya. (mul)