Bisnis
Jadi Sasaran Boikot Produk Israel, Unilever akan Bermanuver Bisnis di Indonesia
JAKARTA - Unilever berencana melakukan perubahan besar dalam bisnisnya di Indonesia, menyusul aksi boikot produk yang terkait dengan dukungan terhadap Israel. CEO Unilever Hein Schumacher mengungkapkan bahwa unit bisnis mereka di Indonesia telah menghadapi masalah yang cukup lama. Pada kuartal III 2024, pendapatan Unilever Indonesia tercatat turun sebesar 18 persen.
“Unilever melakukan intervensi signifikan di Indonesia pada kuartal tiga dan empat, meskipun dampaknya mungkin belum terlihat pada kuartal berikutnya,” ujar Schumacher.
Kepala Keuangan Unilever, Fernando Fernandez, menambahkan pertumbuhan penjualan di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, telah terganggu akibat aksi boikot konsumen yang merespons situasi geopolitik di Timur Tengah. Ia menyatakan bahwa perusahaan sedang berupaya menjadikan mereknya "lebih relevan dan sesuai" dengan perubahan sosial yang sedang terjadi. Fernandez berharap ada perbaikan dalam enam bulan ke depan.
Selain itu, Unilever juga melakukan perombakan sistem distribusi untuk menstabilkan harga, dan upaya tersebut telah menunjukkan hasil positif. “Kami berhasil memulihkan sebagian dari kerugian saham yang terjadi akibat reaksi konsumen terkait isu geopolitik di Timur Tengah, dengan pemulihan sekitar seperempat dari kerugian saham kami,” tambahnya.
Unilever menjadi salah satu sasaran dalam gerakan boikot produk pro-Israel di tengah konflik yang melibatkan Palestina. Merek global ini terkena dampak dari kampanye Boycott, Divestment, Sanctions (BDS) yang meluas secara global.
Alasan utama Unilever menjadi sasaran adalah keputusan perusahaan afiliasinya, Ben & Jerry’s, yang berhenti menjual es krim di Tepi Barat, Palestina, sebagai bentuk protes terhadap pendudukan Israel pada tahun 2021. Namun, upaya Ben & Jerry’s tersebut dibatalkan oleh CEO Unilever saat itu, Alan Jope, yang justru mengindikasikan peluang kerja sama baru dengan Israel, sehingga memicu perdebatan lebih lanjut. (dan)