Nasional

Ichsanuddin Noorsy: Jimly Asshiddiqie Bermasalah, Dilantik Pihak Bermasalah

Redaksi — Satu Indonesia
31 Oktober 2023 18:51
Ichsanuddin Noorsy: Jimly Asshiddiqie Bermasalah, Dilantik Pihak Bermasalah
DILANTIK ORANG YANG SALAH - Jimly Asshiddiqie (kiri) dan Ichsanuddin Noorsy (kanan).

JAKARTA - Pengamat Ekonomi Politik Dr Ichsanuddin Noorsy menilai, ada tiga pihak bermasalah dalam satu jejaring, terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya meloloskan putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka. Ketiga pihak dimaksud, yakni Ketua MK Anwar Usman, Presiden Jokowi dan Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK)  Prof Jimly Asshiddiqie.

“Ada tiga pihak bermasalah dalam satu jejaring. Nepotisme Presiden RI dan Ketua Hakim MK Anwar Usman terkait Gibran. Kemudian, Jimly Asshiddiqie dilantik dan diberikan surat keputusan oleh pihak bermasalah. Sementara Jimly Asshiddiqie sendiri bermasalah dengan posisinya sebagai Anggota DPD,” kata Ichsanuddin Noorsy, kepada satuindonesia.co, Selasa (31/10/2023).  

Menurut Noorsy, Jimly Asshiddiqie melanggar Undang-Undang MD3, yang mana pada pasal 302 disebutkan,  anggota DPD RI dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya dan hakim pada badan peradilan. Di DPD sendiri, dugaan pelanggaran UU MD3 oleh Jimly Asshiddiqie ini sudah menjadi pembahasan pimpinan, atas pengaduan yang dilayangkan Tommy Diansyah. 

Sementara Ketua MK Anwar Usman yang merupakan suami Idayati, adik kandung dari Presiden Joko Widodo, yang terlibat sebagai hakim dalam putusan MK yang mengabulkan sebagian atau gugatan yang diajukan oleh seorang mahasiswa bernama Almas Tsaqib Birru Re A. Perkara itu masuk ke MK dengan nomor 90/PUU-XXI/2023. Putusan yang pro pencalonan Gibran tetap diketok meski dihujani empat pendapat berbeda  hakim MK dan dua alasan berbeda dari hakim MK.

Anwar Usman, kata Noorsy, melanggar UU 28/1999: Pasal 1 angka 5,  pasal 5 ayat (4), pasal 20, pasal 22, tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Pada pasal 1 angka 5 disebutkan, Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa dan negara.

Sementara pada pasal 5 ayat 4 disebutkan, Setiap Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

“Anwar Usman juga melanggar UU No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,” tegas Noorsy.

Sementara pihak ketiga yang bermasalah terkait putusan MK ini menurut Noorsy, yakni Presiden Jokowi. Presiden menurut dia, melanggar pasal 7A UUD 2002. Di pasal itu disebutkan, presiden dan/atau Wapres dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh MPR atas usul DPR, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sbg Pres dan/atau Wapres.

Noorsy menyinggung bahwa Presiden sudah mengangkat sumpah, sesuai pasal 9 dengan  bunyi,”Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban presiden/wapres dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang Teguh UUD, dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-lurusnya, serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.


JIMLY SUDAH DIBAHAS DI DPD


Jimly Asshiddiqie sendiri sudah dibahas di DPD, dalam Rapat Pimpinan DPD RI, Senin 30 Oktober tentang penunjukannya sebagai ketua MKMK. Rapat pimpinan digelar setelah adanya pengaduan dari masyarakat terkait dugaan rangkap jabatan yang dilakukan Jimly Asshiddiqie.  

Hadir dalam rapat tersebut Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti, Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono dan Sultan Bachtiar Najamudin. Najamudin menjelaskan, pimpinan DPD RI menyerahkan persoalan tersebut ke Badan Kehormatan (BK) DPD RI untuk menindaklanjuti.

"Memang ada laporan dari masyarakat karena Prof Jimly Asshiddiqie dianggap merangkap jabatan. Saat ini beliau masih sebagai anggota DPD RI, namun menerima tugas sebagai Ketua MKMK. Pimpinan DPD RI mendelegasikan hal ini ke Badan Kehormatan (BK) agar di follow up dan dipelajari," ucap Sultan Bachtiar Najamudin.

Dijelaskan oleh Sultan, BK DPD RI akan melihat secara objektif aturan perundangan apa yang dilanggar dalam aduan tersebut. Apakah UU MD3, seperti tertera di Pasal 302 yang menyatakan anggota DPD RI dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya dan hakim pada badan peradilan. Atau ada aturan lainnya, termasuk Tatib dan hak keuangan yang bersumber dari APBN. “Itu ranah dan tugas BK untuk menelaah pengaduan masyarakat, bukan ranah pimpinan,”ujarnya.

Sementara Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menggelar rapat klarifikasi kepada Pelapor atas dugaan pelanggaran etik hakim konstitusi pada Kamis (26/10/2023). Rapat MKMK dipimpin Jimly Asshiddiqie bersama Wahiduddin Adams, dan Bintan R. Saragih, berlangsung secara hybrid di Ruang Sidang Panel, Lantai 4, Gedung 2 MK  dan  secara zoom. Adapun para Pelapor peserta rapat di antaranya Perhimpunan Pemuda Madani; Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara); Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN); Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI); Ahmad Fatoni; LBH Cipta Karya Keadilan; Tim Advokasi Peduli Pemilu (TAPP).

“Kami namakan rapat klarifikasi. Jadi, bukan sidang sebagaimana dimaksud dalam PMK yang baru (PMK 1/2023), untuk mengatasi jangan sampai dianggap melanggar prosedur, walaupun substansinya seperti sidang pendahuluan. Ini juga untuk memastikan respons yang cepat karena isu ini berat dan serius serta sangat terkait dengan penjadwalan waktu pendaftaran capres, verifikasi oleh KPU, dan penetapan final status dari pasangan capres. Sedangkan di dalam materi laporan, ada yang disebutkan agar Putusan MK dibatalkan. Ini menunjukkan ada kegawatan dari segi waktu,” ucap Jimly. (sa)


Berita Lainnya