Gaya Hidup

Filosofi dan Sejarah Kue Keranjang Imlek

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
11 Februari 2024 15:30
Filosofi dan Sejarah Kue Keranjang Imlek
Kue keranjang yang merupakan kudapan khas Imlek. (ANTARA/Chairul Rohman)

JAKARTA - Perayaan Imlek bagi sebagian besar masyarakat keturunan Tionghoa selalu diiringi dengan hidangan khas yang sangat populer, yaitu kue keranjang. Kue ini memiliki cita rasa manis, tekstur kenyal, dan lengket yang memiliki makna filosofis yang dalam bagi masyarakat Tionghoa.

"Kue keranjang terbuat dari gula, ketan, dan air. Kue ini memiliki filosofi yang erat terkait dengan kehidupan kita," kata Kim Hin Jauhari, pemilik kue keranjang Hoki yang telah menjalankan usaha ini sejak tahun 1988. Menurut Jauhari, rasa manis dari gula dalam kue ini diyakini membawa berbagai hal positif dalam kehidupan baru pada tahun Imlek, seperti rejeki yang melimpah dan hubungan yang lebih baik antar sesama dan keluarga. Tekstur kenyal dan lengket kue ini juga dipercaya dapat meningkatkan keakraban antar anggota keluarga dan kerabat.

Bentuk bulat dari kue keranjang melambangkan kesatuan dan hubungan yang harmonis antar sesama, termasuk keluarga dan tetangga, serta masyarakat sekitar, yang saling bersatu tanpa egoisme. Selain menjadi hidangan khas dalam perayaan Imlek, kue keranjang juga sering dipesan untuk dibagikan kepada orang-orang di sekitar oleh masyarakat Tionghoa. Meskipun demikian, filosofi tersebut hanya berlaku selama perayaan Imlek. Di luar perayaan tersebut, filosofi kue keranjang tidak berlaku.

Dari sudut pandang akademis, kue keranjang atau Nian Gao mencerminkan keragaman dan harmoni antara masyarakat Tionghoa dan masyarakat Nusantara. Kue manis ini memiliki sejarah panjang di Indonesia, sudah hadir sejak abad ke-19. Menurut sejarawan Fadly Rahman dari Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran, kue keranjang menjadi simbol keharmonisan masyarakat Tionghoa dan Nusantara. Terdapat banyak kemiripan antara kue keranjang dengan dodol, hidangan khas suku Jawa dan Betawi.

Sejarah mencatat bahwa banyak keluarga Tionghoa di Betawi dan Jawa yang mulai membuat kue keranjang secara home industry untuk perayaan Imlek sejak abad ke-19. Sebagai makanan yang memiliki nilai historis dan budaya yang tinggi, kue keranjang juga memiliki berbagai legenda tentang asal-usulnya. Salah satu legenda menyebutkan bahwa kue ini digunakan sebagai sesaji untuk Dewa Dapur agar tidak melaporkan hal-hal buruk kepada Kaisar Giok.

Kisah lain mengaitkan asal-usul kue keranjang dengan perang di Tiongkok 2.500 tahun lalu. Kue ini menjadi simbol kelangsungan hidup bagi para prajurit yang kelaparan karena fondasi tembok kota yang terbuat dari nasi ketan. Oleh karena itu, kue keranjang atau Nian Gao selama periode Tahun Baru Imlek dianggap membawa keberuntungan dan berbagai hal positif bagi masyarakat Tionghoa. (ant)
 
 
 


Berita Lainnya