Internasional

Efek Pajak Rendah! Irlandia Kebanjiran Duit, Pemerintahnya Bingung Mau Belanja Apa

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
06 November 2024 08:00
Efek Pajak Rendah! Irlandia Kebanjiran Duit, Pemerintahnya Bingung Mau Belanja Apa
Ilustrasi Kota Dublin sebagai ibu kota Irlandia

JAKARTA - Pemerintah Irlandia mengalami surplus anggaran hampir 8 miliar dollar Amerika Serikat atau Rp126 triliun pada 2024, tumbuh lima kali lebih cepat dari yang diharapkan pada 2023. Dikutip dari The Economist, Irlandia mengalami surplus anggaran di saat negara-negara Eropa lainnya, seperti Inggris dan Perancis berjuang menghadapi kenaikan pajak yang ekstrem.

Pada September 2024, Irlandia bahkan berusaha menolak putusan Pengadilan Eropa yang memutuskan perusahaan Apple membayar pajak terutangnya kepada Irlandia selama 15-20 tahun senilai 14 miliar dollar Amerika Serikat atau Rp220 triliun, ditambah bunga Rp17 triliun.

Jumlah itu setara dengan 4,8 persen dari pendapatan nasional Irlandia. Keputusan Irlandia membuat banyak otoritas negara lain bingung karena Irlandia justru memihak Apple dan bertentangan dengan Pengadilan Eropa. Pemerintah Irlandia beralasan, perusahaan tersebut tidak melakukan kesalahan apapun.

Perekonomian Irlandia tumbuh 4,9 persen Laporan The Economist menyebutkan, perekonomian Irlandia berjalan sangat baik. Pendapatan nasional bruto diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,9 persen tahun ini dan 2,7 persen pada tahun 2025. Di samping itu, jumlah pengangguran di Irlandia hanya 4,3 persen dan inflasi turun di bawah 2 persen. Sebelum mendapat "bonus" dari Apple, posisi fiskal pemerintah Irlandia sudah terlihat solid dengan surplus anggaran mencapai 7,5 persen dari pendapatan nasional tahun ini dan 2,9 persen pada 2025. Lantas, kenapa Irlandia bisa mengalami kondisi banyak uang?

Terus Surplus

Ekonom Irlandia David McWilliams menyatakan ekonomi Irlandia terus mengalami surplus anggaran, yang menurutnya merupakan hasil dari kebijakan yang telah diterapkan selama 20 hingga 30 tahun terakhir. Negara ini menjadi pilihan utama bagi perusahaan multinasional asal Amerika Serikat untuk mendirikan kantor pusatnya, terutama karena tarif pajaknya yang lebih rendah.

Sejak tahun 1950-an, Irlandia menawarkan tarif pajak perusahaan yang kompetitif bagi perusahaan multinasional. Meski tunjangan kesejahteraan dipangkas dan pajak lainnya naik selama krisis euro di awal 2010-an, tarif pajak perusahaan tetap dipertahankan sebesar 12,5 persen. Strategi ini terbukti sukses dalam beberapa tahun terakhir; pada tahun 2015, penerimaan pajak perusahaan mencapai 7 miliar euro (sekitar Rp119,6 triliun). Pada 2023, jumlah ini melonjak menjadi 24 miliar euro (sekitar Rp410,1 triliun) dan diperkirakan akan mencapai 30 miliar euro (sekitar Rp512,6 triliun) per tahun pada akhir 2020-an.

Dengan tarif pajak rendah, banyak perusahaan besar seperti Apple, Google, dan Meta memilih Irlandia sebagai basis operasi mereka di Eropa. Namun, ini juga membuat Irlandia bergantung pada beberapa perusahaan besar, sehingga basis pajaknya menjadi sempit. Menyadari hal ini, pada tahun 2021, Irlandia setuju untuk menaikkan tarif pajak perusahaan. Meski begitu, pada tahun 2022, tercatat hanya sepuluh perusahaan yang menyumbang tiga perlima dari penerimaan pajak perusahaan.

Dengan surplus keuangan yang terus meningkat, Irlandia menghadapi tantangan untuk mengelola kelebihan ini secara bijak tanpa memicu ketidakstabilan ekonomi. Situasi ini berbeda dari sebagian besar negara Eropa lainnya yang berjuang untuk menyeimbangkan anggaran. Irlandia kini harus menemukan cara yang tepat untuk memanfaatkan surplus anggaran ini dengan bijaksana.

Picu Inflasi

Menurut McWilliams, surplus besar yang ditambah dengan "bonus" dari Apple untuk Irlandia berpotensi memicu inflasi. "Tambahan Rp220 triliun pada ekonomi yang sudah berkembang pesat ini akan menyebabkan inflasi," ujarnya. Bahkan jika Irlandia tidak menerima tambahan dana tersebut, McWilliams memperkirakan inflasi tetap akan terjadi.

McWilliams menyarankan agar sebagian surplus ini dialokasikan untuk memperbaiki infrastruktur, transportasi, dan perumahan. Irlandia menghadapi tantangan serius dalam sektor perumahan, di mana harga terus melonjak, terutama di Dublin. Krisis perumahan ini dipicu oleh meningkatnya tunawisma, yang mencapai sekitar 12.600 orang pada Juni 2023. Minimnya ketersediaan perumahan membuat harga sewa melonjak, dengan harga sewa satu kamar tidur di Dublin bisa mencapai 1.800 euro atau sekitar Rp30 juta per bulan.

Untuk mengelola surplus ini, pemerintah Irlandia merencanakan pendirian dana kekayaan negara, mengikuti model yang diterapkan Norwegia untuk pendapatan minyak Laut Utara. Dua dana terpisah sedang dibentuk, dengan target nilai gabungan mencapai 100 miliar euro atau sekitar Rp1.700 triliun pada tahun 2040.

Dalam rangka menghadapi pemilu 2025, pemerintah Irlandia juga menyertakan beberapa insentif dalam anggaran terbaru. Setiap rumah tangga akan menerima kredit energi sebesar 250 euro (sekitar Rp4 juta) selama musim dingin ini. Selain itu, tunjangan anak ditingkatkan, ambang batas pajak penghasilan dinaikkan, dan investasi publik untuk infrastruktur ditambah sebesar 3 miliar euro (sekitar Rp51 triliun).

Namun, para pembuat kebijakan di Irlandia menghadapi kendala dalam mempertahankan kelonggaran ekonomi. Dengan Bank Sentral Eropa yang terus menurunkan suku bunga, ditambah pasar tenaga kerja yang ketat, setiap kebijakan pemerintah yang menambah pengeluaran atau memotong pajak berisiko memicu inflasi lebih lanjut. (dbs)
 


 


Berita Lainnya