Pilkada 2024

Dosen UI Ini Endus Skenario Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2024

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
06 Agustus 2024 21:30
Dosen UI Ini Endus Skenario Lawan Kotak Kosong di Pilkada 2024
Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Aditya Perdana

DEPOK - Dosen Ilmu Politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI), Aditya Perdana, menyebutkan  menjelang pendaftaran pencalonan Pilkada 2024 pada akhir Agustus, ada desas-desus mengenai pembentukan skenario kotak kosong, yang sebelumnya dikenal sebagai bumbung kosong.

"Skenario pembentukan kotak kosong sedang dibicarakan di beberapa wilayah strategis seperti Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan lainnya," kata Aditya Perdana di Depok, Selasa.

Aditya menjelaskan bahwa motivasi di balik skenario kotak kosong ini melibatkan beberapa faktor. Pertama, dari sisi regulasi, threshold tinggi untuk pembentukan koalisi menyulitkan calon kepala daerah dalam menggalang dukungan, memaksa mereka untuk mengikuti skema yang telah disiapkan oleh partai-partai besar dan menengah.

"Calon-calon dipaksa mengikuti skema yang telah disiapkan oleh partai-partai, yang membuat mereka sulit untuk berkompetisi secara mandiri," jelas Aditya Perdana, yang juga Direktur Eksekutif ALGORITMA Research and Consulting.

Kedua, Koalisi Indonesia Maju (KIM) berharap dapat menciptakan sinergi yang ideal antara pemerintah pusat dan daerah. Jika KIM berhasil menerapkan skenario ini di beberapa daerah strategis, program-program pusat akan lebih mudah diimplementasikan.

Ketiga, calon tunggal dalam pilkada dapat mengurangi biaya karena ruang kontestasi yang terbatas dan peluang kemenangan yang lebih tinggi. Keempat, meskipun skema ini dapat mengurangi partisipasi politik masyarakat dan mungkin menimbulkan skeptisisme, calon tunggal bisa saja memenangkan pilkada tanpa perlawanan signifikan. Ini juga bisa memicu gerakan publik yang mendukung kotak kosong, seperti yang terjadi pada Pilkada Makassar 2018.

"Oleh karena itu, skema kotak kosong harus dipertimbangkan dengan hati-hati, karena dapat memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kondisi politik yang saat ini sudah cukup stabil," tambah Aditya.

Kelima, Aditya menilai bahwa elite partai nasional yang terlibat dalam skema ini perlu mempertimbangkan secara serius dampak yang mungkin terjadi di daerah jika skenario ini berhasil diterapkan. (ant)
 
 


Berita Lainnya