Gaya Hidup

Cegah Judi Online, Masyarakat Perlu Banyak Literasi Finansial dan Digital

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
04 Agustus 2024 12:30
Cegah Judi Online, Masyarakat Perlu Banyak Literasi Finansial dan Digital
Ilustrasi iklan judi online.

JAKARTA- Pakar Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan, menekankan pentingnya keseimbangan antara literasi finansial dan literasi digital untuk mencegah praktik judi online di Indonesia.

Firman menjelaskan peningkatan literasi finansial dapat membantu masyarakat memahami cara mengelola keuangan dengan bijak, sehingga mereka tidak terjebak dalam pengeluaran yang sia-sia seperti judi online. "Literasi keuangan sangat penting, selain literasi digital, karena banyak pelaku judi online memiliki dorongan untuk mendapatkan uang dengan cara cepat. Mereka sering kali terjebak dalam tawaran yang tampaknya sederhana, seperti deposit kecil dengan janji keuntungan besar. Dengan literasi finansial, mereka dapat menginvestasikan uang mereka dalam instrumen investasi yang lebih jelas dan aman," ujarnya.

Dia juga menyoroti perlunya meningkatkan literasi digital untuk mengedukasi masyarakat tentang aktivitas produktif yang bisa dilakukan secara online. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat mengenali bahwa judi online adalah kegiatan yang tidak produktif dan merugikan baik bagi diri sendiri maupun orang lain. "Literasi digital harus terus disosialisasikan agar masyarakat dapat membedakan antara kegiatan produktif dan tidak produktif di dunia maya," tambahnya.

Firman berpendapat bahwa selain memperkuat literasi finansial dan digital, pemerintah perlu meningkatkan upaya untuk menyebarluaskan bahaya dan konsekuensi hukum dari judi online secara lebih terintegrasi. Saat ini, sosialisasi bahaya judi online terkesan sporadis dan tidak terkoordinasi dengan baik antar lembaga pemerintah. "Komunikasi publik perlu diperbaiki agar lebih terarah dan menyasar seluruh lapisan masyarakat," katanya.

Dia mengusulkan agar informasi tentang penegakan hukum dan konsekuensi yang dialami oleh pelaku judi online disebarluaskan secara lebih luas. "Masyarakat perlu bukti konkret tentang dampak negatif judi online, seperti kerusakan keluarga atau hubungan pinjaman online yang merugikan. Informasi ini harus disampaikan dengan bahasa yang mudah dipahami, terutama untuk kalangan menengah ke bawah," tambahnya.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga Juli 2024, terdapat sekitar 4 juta pemain judi online di Indonesia. Mengkhawatirkan, 2 persen dari jumlah tersebut atau sekitar 80 ribu orang adalah anak-anak di bawah usia 10 tahun.

Kementerian Kominfo telah melakukan berbagai upaya untuk menangani masalah ini, termasuk memblokir 2,7 juta akses situs judi online hingga 30 Juli 2024, menutup akses internet ke Kamboja dan Davao, Filipina, serta meningkatkan literasi digital di kalangan pelajar dan keluarga. Terbaru, Kementerian Kominfo juga menutup akses layanan tiga Virtual Private Network (VPN) gratis yang diduga digunakan untuk mengakses judi online dan meminta operator seluler membatasi transfer pulsa maksimal Rp1 juta per hari untuk setiap pengguna. (ant)
 
 


Berita Lainnya