Metropolitan

Biaya Hidup di Jakarta Bikin Warganya "Gila"

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
03 September 2024 16:30
Biaya Hidup di Jakarta Bikin Warganya "Gila"
Arsip foto - Sejumlah pekerja berjalan sepulang kerja di kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta, Senin (10/10/2022). Berdasarkan data dari Mercer Marsh Benefits, 37 persen karyawan Indonesia mengalami gangguan kesehatan mental (stres) sehari-harinya yang salah satunya terkait kondisi finansial yang lebih buruk dari sebelumnya dikarenakan ketidakpastian ekonomi dan kenaikan harga kebutuhan pokok.

JAKARTA - Psikolog dan pengurus pusat Himpunan Psikologi Indonesia (PP HIMPSI) Samanta Elsener, M. Psi., Psikolog, mengungkapkan biaya hidup yang tinggi dan trauma pengasuhan merupakan faktor utama gangguan kesehatan mental yang sering terjadi di Jakarta. Selain itu, jarak tempuh yang jauh dari rumah ke kantor juga membuat seseorang rentan mengalami masalah fisik yang dapat meningkatkan risiko stres, burnout, depresi, dan kecemasan, serta berdampak pada penurunan performa kerja.

“Trauma pengasuhan, pelecehan, bullying, biaya hidup tinggi, menjadi bagian dari generasi sandwich, hutang, dan beban sosial juga bisa menjadi penyebab gangguan kesehatan mental,” kata Samanta saat dihubungi di Jakarta, Selasa. Samanta menambahkan bahwa sekadar terapi bicara tidak selalu cukup untuk mengatasi masalah kesehatan mental tersebut. Ia berharap pemimpin Jakarta yang akan datang dapat menyediakan program yang lebih komprehensif.

Salah satu masalah utama yang perlu diatasi adalah kemacetan. "Warga Jakarta membutuhkan solusi untuk mengatasi kemacetan dan memperbaiki kualitas udara, agar indeks kualitas hidup dan tingkat kebahagiaan masyarakat dapat meningkat secara psikologis," ujarnya. Di sisi lain, Psikolog Klinis Kasandra Putranto juga menyebutkan bahwa depresi dan kecemasan merupakan masalah kesehatan mental utama di Jakarta. Menurut data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), sekitar 1 dari 10 orang di Indonesia mengalami gangguan mental, dan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional, sementara lebih dari 12 juta mengalami depresi.

Kasandra menjelaskan bahwa penyebab gangguan mental sangat beragam, mulai dari faktor genetik, pola asuh, tekanan, hingga lingkungan. Ia menekankan perlunya program kerja yang mengatasi masalah ini, agar data Riskesdas dapat menunjukkan perbaikan di tahun-tahun mendatang. “Jakarta juga mencatat angka kekerasan seksual dan adiksi narkoba yang tinggi. Oleh karena itu, calon pemimpin di masa depan harus fokus pada kebijakan dan program yang bermanfaat serta dapat diakses oleh masyarakat,” kata Kasandra. (ant)
 
 


Berita Lainnya