Metropolitan
Begini Nasib Penyebar Judi Online di Jakarta Selatan
JAKARTA - Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya menangkap seorang pria berinisial V (30) yang diduga terlibat dalam penyebaran situs judi daring bernama fastpin77 di wilayah Jakarta Selatan.
"Melalui patroli siber yang dilakukan oleh petugas Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, ditemukan sebuah situs yang menyelenggarakan perjudian daring dengan nama fastpin77 pada tautan https://fastspin77super.com/," ungkap Kombes Polisi Ade Safri Simanjuntak, Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, saat dikonfirmasi di Jakarta pada Jumat.
Ade Safri menjelaskan bahwa penangkapan ini bermula dari sebuah kejadian pada 18 Agustus 2024 sekitar pukul 23.55 WIB di Manggarai, Jakarta Selatan. Penyidik Unit V Subdit IV Tindak Pidana Siber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya mendatangi V sebagai saksi dalam kasus perjudian daring.
Setelah dilakukan klarifikasi dan pemeriksaan, penyidik menemukan dua alat bukti, yaitu keterangan saksi dan jejak digital berupa ATM serta transaksi perbankan yang digunakan V untuk mengelola rekening deposit situs fastpin77 di tautan https://fastspin77super.com/.
"Setelah gelar perkara pada 19 Agustus 2024, status V dinaikkan dari saksi menjadi tersangka. Penyidik kemudian mengeluarkan surat perintah penangkapan dan melakukan penahanan terhadap V di Rutan Polda Metro Jaya," kata Ade Safri.
Dalam kasus ini, V diketahui berperan sebagai "Person in Charge/Supervisor Telemarketing" serta "customer service" di situs judi fastpin77 yang beroperasi dari Kamboja. Ia juga bertugas melaksanakan pekerjaan administratif, seperti mengecek laporan harian, mengelola inventaris kantor, dan mengurus perpanjangan visa para pekerja Indonesia di Kamboja. Selain itu, V menyediakan rekening untuk menampung dana deposit dari para pemain judi.
Pihak kepolisian menyita barang bukti dari tersangka, termasuk sebuah ponsel, dua kartu ATM, satu paspor, dan dua lembar "boarding pass" tiket pesawat.
Atas perbuatannya, V dijerat dengan Pasal 27 ayat (2) jo Pasal 45 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan/atau Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dengan ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara dan denda Rp1 miliar. (ant)