Gaya Hidup
Bansos untuk Penjudi Online, Pengamat: "Penobatan" Pelaku Jauh Lebih Penting
JAKARTA - Pengamat dan peneliti sosial dari The Indonesian Institute (TII), Dewi Rahmawati Nur Aulia, menyatakan peningkatan kesadaran akan bahaya judi online lebih penting daripada mempertimbangkan pemberian dana bantuan sosial kepada korban aktivitas tersebut.
Menurut Dewi, fokus harus diberikan pada upaya meningkatkan kesadaran masyarakat tentang risiko judi online, termasuk aspek finansial dan hukumnya, dengan melibatkan para penegak hukum dan pemuka agama. Dia menyoroti lebih dari setengah masyarakat yang terjerat dalam judi online memiliki penghasilan yang cukup, bahkan beberapa di antaranya memiliki penghasilan di atas upah minimum.
Dewi juga menekankan kebanyakan korban judi online terjerat karena keputusan pribadi dan kesadaran mereka sendiri, bukan akibat dari kemiskinan struktural. Oleh karena itu, menurut Dewi, tidak tepat untuk mengikutsertakan korban judi online sebagai penerima dana bantuan sosial yang dikelola oleh Kementerian Sosial.
Dewi mengingatkan undang-undang telah mengatur siapa yang berhak menerima dana bantuan sosial, yaitu masyarakat miskin, mulai dari yang hidup tidak layak hingga yang mendapat upah di bawah upah minimum. Sementara para korban judi online, dengan melakukan aktivitas yang tidak bermanfaat tersebut atas kemauan sendiri, hingga akhirnya kehilangan harta dan mungkin terjerat utang.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, sebelumnya telah menyatakan praktik judi online dapat memiskinkan masyarakat dan kini menjadi tanggung jawab kementeriannya. Muhadjir bahkan memasukkan korban judi online dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai penerima bantuan sosial. Presiden Joko Widodo juga telah membentuk Satgas Pemberantasan Judi Online melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2024. (ant)