Opini
Awal Partai Politik Kudeta Kedaulatan Tertinggi Rakyat Indonesia
BAGAIMANA awal partai politik mengambil alih atau mengkudeta kedaulatan tertinggi rakyat indonesia, dan mengubah demo-krasi menjadi partai-krasi? Saya akan tunjukan!
Pertama, konsep para founding fathers (pendiri) NKRI dalam UUD 1945 teks asli. Para pendiri NKRI dalam teks asli bab 1, pasal 1, ayat 2 UUD 1945 disebutkan bahwa, kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Tidak ada satupun bab, pasal atau ayat yang memberikan kedaulatan partai politik.
Kedua, mulai kapan perubahan dan pergeseran kedaulatan tertinggi rakyat itu pindah dari tangan rakyat ke partai politik? Awalnya adalah lewat amandemen UUD 1945 asli, dimana banyak pasal tambahan dan ayat dari UUD 1945 asli yang diubah. Bab 1 pasal 1 ayat 2 UUD 1945 (amandemen) berubah bunyinya menjadi,“kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan berdasarkan undang-undang dasar (UUD).”
Disini awal dari pergeseran itu. Bagaimana mungkin kedaulatan tertinggi rakyat yang dijamin oleh UUD, dan dijabarkan dalam UUD? Anggota DPR dan para ahli konstitusi yg berada di balik perubahan bab 1, pasal 1, ayat 2 ini jelas tidak memahami hirarki hukum dan konstitusi. Pancasila sebagai falsafah bangsa. preambule sebagai visi bangsa. UUD 1945 sebagai misi bangsa
UU sebagai SOP bangsa. Bagaimana mungkin UUD diatur dan dijabarkan dalam UUD?
Pada amandemen ke 3 UUD 1945 tahun 2001, ditambahkan pasal 22e, yang isinya menyatakan bahwa peserta pemilu adalah partai politik. Inilah pergeseran ke-2, hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat. Karena pasal 22e amandemen itu sekaligus memberikan monopoli Pemilu kepada partai politik.
Kemudian DPR meloloskan UU MD3, dimana di dalam UU MD3 ini ada hak pergantian antar waktu anggota DPR (PAW) yang menjadi ‘senjata nuklir’ para petinggi partai politik untuk mengikat dan mengontrol semua anggota DPR di parlemen dengan ancaman mutasi dan PAW.
Setelah itu dibuatlah UU Pemilu No 7 tahun 2017 dengan pasal 222, yang dikenal dengan presidential threshold 20%, yang intinya bursa pilpres dikuasai dan dimonopoli oleh partai politik besar. Sementara rakyat tidak memiliki kedaulatan apapun terhadap pilpres dan capres. Semuanya dikuasai dan dimonopoli oleh partai politik.
Itulah pergeseran dan perubahan demo-krasi di indonesia menjadi partai-krasi, yakni pemerintahan dari partai politik, oleh kader-kader partai politik, untuk kepentingan petinggi partai politik.
Di saat itulah, kudeta kedaulatan tertinggi rakyat oleh partai politik sudah lengkap. Mau bukti apa lagi? Para petinggi partai politik membuat aturan AD/ART yang sangat autocratic, one way dan jelas tidak demokratis, either my way or, the highway.
AD/ART partai politik lebih condong dibuat untuk mempertahankan kekuasaan dinasti di kepartaian dengan membuat hak dan kekuasaan prerogatif seorang ketua partai politik untuk menentukan seorang capres dan siapa yang berhak duduk di DPR. Padahal yang namanya partai politik itu adalah public entity, badan publik, bukan private entity karena terbuka untuk umum dan menerima donasi dari uang publik untuk kepentingan partai politik.
Bila partai politik itu dikuasai oleh dinasti keluarga, maka partai politik itu harus dilarang untuk menerima dan menggunakan uang publik. Ketika partai politik itu menerima donasi publik dan menggunakan uang publik, maka partai politik itu adalah public entity dan semua aturan dalam AD/ART partai politik harus mencerminkan sebagai public entity. Bukan sebagai private entity milik dinasti keluarga.
Saya sudah sebutkan enam hal di atas, bagaimana awal pergeseran dan perubahan hilang kedaulatan tertinggi rakyat indonesia.
Lantas, bagaimana dampak dari hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat?
Sangat masif, sangat luas dan besar sekali. Lembaga DPR dan MPR tidak berfungsi diawali karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat. Anggota DPR, DPD dan MPR pada mandul, tidak berani membela kepentingan rakyat karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat yang dikudeta oleh UU MD3, dengan hak PAW yang dikuasai petinggi partai politik.
Anggota DPR tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung-jawab oversight terhadap presiden dan pejabat executive lainya adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat. Anggota DPR takut mengoreksi abuse of power pejabat eksekutif karena takut kena mutasi dan kena PAW oleh petinggi partai politik.
Hal ini sudah diakui oleh anggota komisi III dari PDIP Bambang pacul yang takut meloloskan RUU perampasan aset hasil korupsi.
Presiden Joko Widodo banyak melanggar aturan, hukum dan konstitusi tetapi dpr tidak berani menggunakan hak angket, hak interpelasi dan hak mengeluarkan pendapat. Ini karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.
Police brutality dan banyak abuse of power dalam pemerintahan adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat. Bahkan banyak pelanggaran conflict of interest, korupsi dan KKN adalah karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.
Presiden ikut cawe-cawe menentukan capres 2024 menggunakan kehormatan, penghormatan, fasilitas kepresidenan dan aset negara. Bahkan ada kasus allegasi di mana Presiden Jokowi disebut-sebut ijazahnya palsu, namun DPR takut membuat pansus untuk membuktikan kebenaran ijazah presiden. Lagi-lagi, ini karena hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat.
Terlalu banyak dan sangat masif, konsekuensi dan ramifikasi hukum dan politik dari hilangnya kedaulatan tertinggi rakyat indonesia. Itulah mengapa tuntutan perubahan pertama dalam manifesto politik Forum Tanah Air adalah mengembalikan kedaulatan tertinggi rakyat kepada rakyat dari tangan jahil para petinggi partai politik.
Apapun perubahan yang dijanjikan para capres 2024, yang tidak menyangkut pengembalian kedaulatan tertinggi rakyat kepada rakyat dari tangan jahil petinggi partai politik, maka hanya akan menjadi perubahan semu, palsu, abal-abal, tipu-tipu dan hoaks.
Bergabunglah menjadi anggota FTA dan menjadi perwakilan FTA di kota atau kabupaten dimana anda berdomisili, untuk bersama menuntut dikembalikannya kedaulatan tertinggi rakyat. Tanpa pengembalian kedaulatan tertinggi rakyat kepada rakyat, jangan harap akan ada perubahan politik dan ekonomi di tanah air. (penulis adalah aktivis demokrasi, aktivis Forum Tanah Air (FTA), mantan anggota city council, 2 term, tahun 2002 dan 2008, di negara bagian California, USA)