Opini
Anwar Ibrahim yang Membanggakan
JUM’AT lalu, 22 September 2023, Pusat Kebudayaan Islam New York (Islamic Cultural Center of New York) atau juga dikenal dengan 96th Street Mosque mencatat sejarah baru. Bertindak sebagai khatib adalah seorang Perdana Menteri yang beretnis Asia Melayu, Datu’ Dr Anwar Ibrahim. Sejak berdirinya di tahun 70-an belum pernah ada pejabat tinggi setingkat PM yang menyampaikan khutbah.
Tentu saja sebagai seorang Muslim, yang juga beretnis Asia Melayu, apalagi pernah menjadi Imam di Masjid itu selama 14 tahun, sangat membanggakan. Sebagai putra Indonesia, Muslim Melayu, tentunya juga bermimpi suatu ketika ada pemimpin dari negara Muslim terbesar dunia itu yang bisa menjadi Khatib di kota dunia itu.
Bagi sebagian mungkin khutbah itu biasa. Iya memang biasa saja. Hanya ceramah dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sebagai persyaratan sahnya Sholat Jumat. Tapi ketika seorang pemimpin bangsa, seperti Perdana Menteri Anwar Ibrahim, hal ini menjadi sangat luar biasa (extraordinary).
Pertama karena posisi Anwar sebagai salah seorang pemimpin dunia Islam. Tentu sebagai pemimpin dunia Islam ada harapan pemimpin itu punya pemahaman Islam yang mumpuni. Tingkatan keilmuan pemimpin itu akan terukur salah satunya dengan kemampuan menyampaikan khutbah Jumat. Dalam khutbah Jumat itu, seorang khatib akan membacakan ayat-ayat dan hadits-hadits, membuktikan jika dia mampu membaca Al-Qur’an.
Apalagi ketika khutbah itu disampaikan di kota New York, dan di Minggu ketiga September pula. Kota New York adalah kota dunia. Di kota inilah Wall street dan organisasi dunia PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) bertempat. Di Minggu ketiga September itu adalah momen ketika seluruh pemimpin dunia (minimal wakilnya setingkat Menteri) hadir. Sehingga khutbah di New York saat itu memiliki signifikansi besar, seolah memberikan arahan moral kepada dunia.
Dengan tampilnya Anwar Ibrahim, Perdana Menteri Malaysia, saya semakin memiliki harapan jika ke depan pemimpin Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar dunia juga harus mampu. Karenanya bangsa Indonesia, khususnya umat Islam, akan semakin tersadarkan jika ke depan memilih pemimpin baiknya atau harusnya pemimpin yang bisa mewakili wajah Indonesia sebagai negara Muslim terbesar dunia. Bagi saya pribadi, aneh saja jika pemimpin negara Muslim terbesar itu minim ilmu Islam, bahkan boleh jadi tidak bisa baca Al-Qur’an.
Saya kemudian gembira melihat sebuah flyer yang sedang viral. Bahwa ada satu pasangan (memang baru satu saat ini) bacapres-bacawapres yang akan menjadi khatib dan Imam di Madura. Khatibnya adalah bacapres dan Imamnya adalah bawacapres.
Tidak kah pada poin ini pun saja sudah membanggakan? Apalagi jika nanti terpilih dan mampu tampil di gelanggang dunia global, termasuk di Kota New York yang dikenal sebagai Ibukota dunia.
Sebagai diaspora Indonesia yang telah menghabiskan hampir 2/3 umurnya di luar negeri, tentu punya keinginan untuk mengenalkan kehebatan Indonesia dalam berbagai aspeknya. Dari aspek kulinari, budaya, seni (terima kasih Putri), aspek ekonomi, politik bahkan militernya.
Kita bermimpi melihat restoran-restoran kulinari Indonesia di berbagai belahan dunia. Sayang, di Amerika misalnya, Indonesia jauh dibandingkan negara-negara tetangga. Kalah dari Malaysia, Vietnam, Kamboja, apalagi Thailand.
Kita bermimpi melihat bisnis-bisnis milik warga Indonesia masuk bursa efek New York. Kita berharap Indonesia punya pengaruh politik global yang ikut menentukan kebijakan dunia. Bahkan kita ingin melihat Indonesia punya kharisma dan ditakuti dunia karena kekuatan militernya. Turki misalnya mampu masuk 7 kekuatan militer dunia sebagai anggota NATO.
Tapi bagi saya pribadi sebagai seorang Muslim dan pelaku dakwah, ingin rasanya melihat Indonesia diperhitungkan minimal oleh dunia Islam bahwa bangsa ini memang bangsa m Muslim terbesar dunia. Bukan sekedar secara kuantitatif. Tapi juga secara kualitatif. Bahwa Muslim Indonesia diperhitungkan karena berkualitas keislaman yang mumpuni.
Semua itu akan lebih mengagumkan lagi ketika pemimpinnya punya kualitas keislaman yang dapat dibanggakan. Maka jika anda Muslim dan cinta Indonesia pastinya menginginkan hal yang sama. Right or wrong? (penulis adalah ulama, diaspora Indonesia di Kota New York)