Nasional
Survey Membuktikan, Pemilih Kamala Harris Ungguli Donald Trump
JAKARTA - Amerika Serikat (AS) akan menggelar Pemilihan Presiden (Pilpres) pada November 2024, dengan jajak pendapat terbaru menunjukkan Kamala Harris dari Partai Demokrat unggul tipis atas Donald Trump dari Partai Republik. Pemilu dijadwalkan pada 5 November 2024, tetapi pemungutan suara awal sudah dimulai.
Menurut laporan The Guardian pada Senin (7/10/2024), lebih dari 1,4 juta orang telah memberikan suara mereka sementara kampanye Harris dan Trump masih berlangsung di beberapa negara bagian. Berdasarkan pelacak jajak pendapat per 5 Oktober, Harris diprediksi memimpin dengan 49,3 persen suara nasional, sementara Trump memperoleh 46 persen suara.
Meski perolehan suara secara nasional penting, sistem electoral college yang digunakan dalam Pilpres AS mengharuskan kandidat memenangkan setidaknya 270 dari total 538 electoral colleges untuk menjadi presiden. Kemenangan di swing states, negara bagian yang hasilnya bisa dimenangkan oleh salah satu kandidat, sangat penting untuk mencapai angka tersebut.
Para ahli politik memprediksi persaingan ketat di tujuh swing states, yaitu Pennsylvania, Michigan, Wisconsin, Nevada, North Carolina, Georgia, dan Arizona. Harris diperkirakan unggul di lima dari tujuh swing states berdasarkan jajak pendapat dari platform analisis 538 selama 10 hari terakhir, meskipun peluang kedua kandidat masih seimbang.
Jajak pendapat lain dari 538/ABC News per 7 Oktober menunjukkan Harris meraih 48 persen suara dan Trump 46 persen. Di swing states, Harris unggul tipis di Pennsylvania, Nevada, Michigan, dan Wisconsin, sedangkan Trump unggul di North Carolina, Georgia, dan Arizona.
Persaingan antara Harris dan Trump juga ditunjukkan oleh survei CNN yang dilakukan SSRS dua pekan lalu, yang memperlihatkan Harris unggul dengan 48 persen suara dibandingkan Trump yang meraih 47 persen. CNN memprediksi Pilpres 2024 akan menjadi salah satu pemilu dengan selisih suara paling ketat dalam sejarah AS, dengan margin persaingan ini dianggap yang paling ketat dalam 60 tahun terakhir.
Sejarah menunjukkan bahwa memenangkan popular vote tidak selalu menjamin kemenangan dalam Pilpres AS, seperti yang dialami Hillary Clinton pada 2016. Meskipun Clinton unggul dalam popular vote, Trump tetap menang berkat electoral college. Kasus serupa juga terjadi pada Pilpres 2000, ketika George W. Bush mengalahkan Al Gore meskipun kalah dalam popular vote. (dan)