Nasional
Projo Bantah Budi Arie Projudi Online, tapi Justru Sebaliknya
JAKARTA - Sekretaris Jenderal DPP Pro Jokowi (Projo), Handoko, membela ketua umum Projo, Budi Arie, terkait tuduhan yang mengaitkan dirinya dengan perlindungan situs judi online. Handoko menyatakan Budi Arie, yang juga mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), adalah pelopor dalam pemberantasan judi online. Ia memastikan Budi Arie sama sekali tidak mengetahui, apalagi terlibat, dalam aksi belasan pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang ditangkap karena diduga membekingi situs judi online.
"Menurut catatan kami, Budi Arie justru memelopori gerakan pemberantasan judi online setelah menjabat sebagai Menkominfo," ujar Handoko dalam konferensi pers di Sekretariat DPP Projo, Jakarta Selatan, Kamis (7/11/2024). Handoko menjelaskan Budi Arie telah mengambil berbagai langkah konkret untuk memberantas judi online. Salah satunya adalah menurunkan jutaan situs judi online di Indonesia. "Selama 15 bulan menjabat sebagai Menkominfo, Budi Arie berhasil menutup sekitar 3,8 juta situs judi online," jelasnya.
Selain itu, Budi Arie juga mendorong seluruh satuan kerja di Kominfo untuk menandatangani pakta integritas yang melarang keterlibatan dalam judi online. Handoko menambahkan bahwa Budi Arie bahkan bekerja sama dengan lembaga terkait untuk menutup rekening-rekening pelaku judi online dan melakukan verifikasi terhadap 11.693 penyelenggara sistem elektronik. "Beliau juga menerbitkan instruksi dan keputusan menteri untuk memperkuat upaya pemberantasan judi online ini," tambahnya.
Dalam menjalankan tugasnya, Budi Arie juga mencopot, memutasi, dan menindak tegas pegawai atau tenaga honorer yang diduga terlibat dalam aktivitas judi online. Sebelumnya, Polda Metro Jaya membuka kemungkinan untuk memeriksa Budi Arie terkait kasus ini setelah penangkapan belasan pegawai Komdigi yang diduga melindungi situs judi online. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Ade Ary Syam Indradi, mengungkapkan pegawai Komdigi yang terlibat menyalahgunakan wewenang mereka.
Dari seharusnya memblokir 5.000 situs judi online, sejumlah oknum hanya memblokir 4.000 situs, sementara 1.000 lainnya "diamankan" agar tetap aktif. Salah satu pegawai mengakui bahwa mereka menetapkan tarif Rp 8,5 juta per situs yang "diamankan," sehingga mereka memperoleh sekitar Rp 8,5 miliar untuk menjaga keberlangsungan situs-situs tersebut. (dan)