Nasional
Peradi Siapkan 50 Saksi untuk Sidang PK Kasus Vina
CIREBON - Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) telah menyiapkan 50 saksi untuk mendukung upaya Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh enam terpidana kasus kematian Vina dan Eky di Pengadilan Negeri (PN) Cirebon, Jawa Barat.
Ketua Umum DPN Peradi, Otto Hasibuan, menyampaikan bahwa dari 50 saksi yang disiapkan, terdiri dari 30 saksi fakta dan 20 saksi ahli. Para saksi ini akan hadir pada setiap persidangan PK di PN Cirebon untuk membuktikan dalil atau novum yang ditemukan oleh timnya. Novum yang dimaksud adalah bukti-bukti baru yang belum pernah diungkap dalam persidangan yang dilakukan terhadap keenam terpidana pada 2016. Otto berharap novum tersebut dapat memengaruhi putusan hakim dan membebaskan para terpidana dari vonis mereka dalam kasus kematian Vina dan Eky.
"Beberapa novum yang telah disiapkan diharapkan dapat memengaruhi putusan hakim. Banyak memori PK yang kami ajukan, namun yang utama adalah bukti-bukti baru yang baru ditemukan sekarang," ujar Otto. Keenam terpidana, yaitu Eko Ramadhani, Hadi Saputra, Eka Sandi, Jaya, Supriyanto, dan Rivaldy Aditya Wardana, sudah hadir di PN Cirebon untuk mengikuti sidang perdana yang mencakup pembacaan memori PK oleh tim mereka. Jaksa dijadwalkan akan memberikan tanggapan terhadap memori PK pada sidang berikutnya.
Sidang PK sempat dihentikan sementara selama 15 menit. Anggota kuasa hukum DPN Peradi, Jutek Bongso, melaporkan majelis hakim PN Cirebon yang dipimpin oleh Arie Ferdian berencana menggelar persidangan secara tertutup karena adanya unsur asusila dalam kasus ini. Pihak kuasa hukum menegaskan bahwa dakwaan terhadap klien mereka tidak mencakup unsur asusila, melainkan hanya terkait dengan Pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. "Kami tidak setuju dengan keputusan majelis hakim untuk melanjutkan sidang secara tertutup. Kami akan menolak melanjutkan persidangan jika dipaksakan tertutup," kata Jutek.
Namun, majelis hakim kemudian memutuskan untuk menggelar sidang PK secara terbuka untuk umum. "Pengadilan seharusnya terbuka untuk umum. Jika sidang tetap dipaksakan tertutup, kami akan menempuh jalur hukum lainnya," tambahnya. (ant)