Otomotif
Pemerintah RI Wajib Waspadai Potensi "Banjir" Mobil Listrik China
JAKARTA - Lembaga pendidikan bisnis International Institute of Management and Development (IMD) memberikan rekomendasi strategi untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur mobil listrik (EV) di Asia Tenggara, menghadapi ekspansi pasar pabrikan China.
Direktur IMD Center for Future Readiness, Howard Yu, menyatakan produsen mobil listrik dari China diperkirakan akan menguasai sepertiga pasar mobil listrik global pada tahun 2030, berkat harga yang kompetitif dan inovasi agresif. Beberapa produsen dari China menawarkan mobil listrik dengan harga yang terjangkau.
"Langkah ini memberi produsen mobil listrik China keunggulan kompetitif dan menjadi ancaman serius bagi para pemanufaktur mobil asal Eropa," kata Yu dalam keterangan resminya pada Selasa. Yu menambahkan, sejumlah produsen mobil listrik China juga gencar mengekspor produk mereka ke pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia, untuk menyalurkan kelebihan kapasitas produksi di pasar domestik China.
Untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai pusat manufaktur EV di Asia Tenggara, Yu memberikan beberapa rekomendasi. Pertama, mengembangkan kebijakan, aturan, dan insentif untuk mendukung adopsi dan manufaktur kendaraan listrik. Ini bisa berupa pembebasan pajak, subsidi, infrastruktur pengisian daya, dan persyaratan kandungan lokal.
Kedua, fokus pada penyediaan listrik untuk angkutan umum seperti bus, kendaraan roda dua, roda tiga, dan armada komersial, karena lebih hemat biaya. Ketiga, menarik investasi asing dan kolaborasi untuk manufaktur kendaraan listrik, produksi baterai, dan pengolahan mineral.
Keempat, memanfaatkan cadangan nikel Indonesia yang besar dengan menawarkan insentif. Dengan memberikan keringanan pajak dan subsidi kepada pembuat kendaraan listrik dan baterai, diharapkan bisa meningkatkan kemampuan pemrosesan dan manufaktur hilir untuk baterai dan kendaraan listrik. Dengan begitu, Indonesia bisa bersaing dengan China, Korea Selatan, dan Jepang, yang memiliki teknologi dan manufaktur baterai yang lebih unggul.
Kelima, mendorong kerja sama dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk menyelaraskan standar kendaraan listrik, insentif, dan infrastruktur guna menciptakan pasar dan rantai pasokan regional. (ant)