Nasional

Partai Ummat: Turunkan Presiden Jika Tidak Bisa Diingatkan

Redaksi — Satu Indonesia
08 Juni 2023 14:16
Partai Ummat: Turunkan Presiden Jika Tidak Bisa Diingatkan
SIKAP TEGAS - Ridho Rahmadi, PhD, Ketua Umum Partai Ummat

JAKARTA - Partai Ummat menilai, alasan  Presiden Joko Widodo soal ‘cawe-cawe’ dalam pemilihan presiden (Pilpres) sulit diterima akal sehat maupun hati nurani. Karena cawe-cawe Presiden tersebut akan jelas mengacaukan netralitas seluruh jajaran pemerintahan di bawah nya, mulai dari pusat hingga daerah. Presiden harus diingatkan oleh rakyat sebagai pemilik negeri ini. Jika Presiden tidak bisa diingatkan, maka rakyat akan turunkan Presiden Joko Widodo, sebagaimana ketika rakyat menurunkan Presiden Soeharto.

“Kata Presiden Jokowi, cawe-cawe tersebut dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral dalam transisi kepemimpinan nasional. Ini sangat sulit diterima oleh akal sehat maupun hati nurani,” kata Ridho Rahmadi, PhD, Ketua Umum Partai Ummat kepada Satuindonesia.co, Kamis (8/6/2023). 

Disebut sulit diterima akal sehat maupun hati nurani, menurut Ridho,  cawe-cawe ala presiden akan diterjemahkan oleh aparat Pemerintah dari pusat hingga daerah, sebagai bentuk instruksi kepada seluruh jajaran pemerintah agar mengerahkan semua sumber daya negara, baik personil maupun materil, untuk kemenangan salah satu Capres. 

“Dan ingat, Presiden Jokowi juga memegang kekuasaan tertinggi atas TNI/POLRI. Kita tidak meragukan netralitas TNI yang sama-sama kita cintai ini. Tapi faktanya hingga hari ini beberapa posisi di pusat dan daerah diisi oleh pejabat TNI/Polri yang masih aktif. Jangan sampai iming-iming posisi birokrat seperti ini menghidupkan kembali dwifungsi TNI dan menghilangkan netralitas,” tegas Ridho.

Selain itu, tambah Ridho, keberpihakan terhadap Ganjar Pranowo dan Prabowo, serta ketidakberpihakan terhadap Anies Baswedan telah ditunjukkan oleh Presiden Jokowi dengan cara-cara yang jauh dari nilai-nilai moral itu sendiri. Publik sulit untuk tidak menyimpulkan bahwa diganggunya Partai Demokrat dan Nasdem dengan berbagai cara yang menggunakan kekuasaan, ditambah kasus Formula E, adalah upaya sistematis yang dilakukan untuk menggagalkan pencapresan Anies Baswedan dan untuk memuluskan rencana dua pasangan calon saja dalam Pilpres 2024.

 “Keberpihakan terhadap Capres tertentu tersebut semakin kentara didorong oleh kepentingan Jokowi untuk melanjutkan proyek-proyek jutaan dolar yang telah dimulai. Kita tahu investasi pada proyek-proyek besar tersebut sebagian besar datang dari China, yang jelas butuh kepastian setelah 2024,” ujar Ridho.

Baca Juga: Gibran Itu Alien?

Dikatakan, tekanan China terhadap Jokowi ini lah yang menjadi salah satu pendorong Jokowi untuk melanjutkan pemerintahannya menjadi tiga periode. Jika tidak berhasil, maka skenario all president's’ men, harus dijalankan. 

“Skenario di mana semua pasangan calon merupakan orangnya Presiden ini, yang dalam hal ini diwakili oleh Ganjar Pranowo dan Prabowo, sekali lagi dibuat untuk memastikan keberlanjutan proyek-proyek tersebut,” ujar Ridho.

Jadi, tambah Ridho,  alih-alih sebagai bentuk kewajiban moral demi kepentingan bangsa, cawe-cawe Presiden Jokowi dalam urusan Pilpres 2024 justru sangat jauh dari nilai-nilai moral. Jika dibiarkan, menurut Ridho, akan dapat menghancurkan demokrasi dan memecah belah bangsa. Ditambah Presiden Jokowi yang tak lagi merdeka karena tersandera oleh tekanan asing, Indonesia bisa jadi sedang menghitung hari.

Melihat konstelasi pemerintahan dan politik nasional saat ini, Ridho mengaku agak pesimis akan ada otoritas atau kekuatan politik yang bisa dan mau menghentikan cawe-cawenya Presiden Jokowi tersebut. Tapi di dalam negara demokrasi, sejatinya kekuatan utama ada pada rakyat, bukan pada presiden. Maka, rakyatlah penentunya.

 “Perihal tiga periode, rakyat lah yang menentukan, bukan Jokowi. Tentang siapa saja bakal Capres yang akan maju, rakyat pula yang menentukan, bukan Jokowi. Masa depan Indonesia, rakyat Indonesia lah yang menentukan, bukan Jokowi,” tegas Ridho.

Karena itu menurut Ridho,  saat ini lah saat nya segenap rakyat Indonesia harus sadar,  bahwa rakyat adalah pihak yang berhak penuh atas negara Republik Indonesia. Lewat mekanisme Pemilu setiap 5 tahun sekali, rakyat memilih wakil rakyat, kepala daerah, hingga Presiden. Rakyat memberi mandat kepada mereka semua untuk saling bersinergi, menggunakan segenap sumber daya manusia dan alam untuk kepentingan rakyat Indonesia. Bukan kepentingan pribadi apalagi kepentingan asing. 

“Rakyat harus sadar, bahwa rakyatlah yang bebas menentukan masa depan Indonesia. Bukan Presiden, dan bukan pula elit-elit partai politik,” tegas Ridho.

Untuk itu, Ridho mengajak rakyat untuk bersatu. Dengan pertolongan Allah, menurut Ridho, rakyat  dapat menentukan masa depan negeri yang kita cintai ini, merdeka dan bebas dari tirani. 

"Mari kita sebarluaskan kepada semua, rakyat lah yang menentukan, bukan yang lain. Kita punya hak penuh untuk mengatakan salah kepada mereka yang telah kita beri mandat, termasuk Presiden. Jika setelah diperingatkan berkali-kali masih juga tidak menghiraukan, maka dengan terpaksa, rakyat akan turunkan Presiden Jokowi. Seperti 25 tahun yang lalu, rakyat yang muak, menurunkan Presiden Soeharto,” tegas Ridho di akhir keterangannya. (sa)


Berita Lainnya