Nasional

Pakar Nilai Banyak Saksi Kasus Vina Minta Perlindungan LPSK Adalah Hal Wajar

Dani Tri Wahyudi — Satu Indonesia
11 Juni 2024 14:00
Pakar Nilai Banyak Saksi Kasus Vina Minta Perlindungan LPSK Adalah Hal Wajar
Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Barat melakukan rilis kasus pembunuhan Vina Cirebon di Mapolda Jabar, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (26/5/2024).

JAKARTA - Pakar hukum pidana dari Universitas Padjadjaran, Lies Sulistiani, menyatakan permohonan perlindungan baru kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk saksi dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon, Jawa Barat, adalah hal yang wajar.

“Kasus Vina Cirebon menarik banyak perhatian masyarakat. Oleh karena itu, banyaknya saksi yang mengajukan perlindungan kepada LPSK sangat wajar,” kata Lies, Selasa. Lies juga menjelaskan banyaknya permohonan bisa disebabkan oleh kekhawatiran para saksi terhadap keselamatan mereka, sehingga mereka memerlukan jaminan perlindungan.

“Selain perlindungan atas rasa aman, mungkin juga dibutuhkan bentuk perlindungan lain, seperti jaminan untuk tidak dipidanakan karena keterangan yang diberikannya,” tambahnya. Karena itu, Lies menekankan pentingnya bagi LPSK untuk menelaah posisi para saksi yang meminta perlindungan dengan baik.

“Apakah benar mereka memiliki keterangan penting dalam pengungkapan kasus tersebut dan bersedia menyampaikannya dengan benar dan dengan iktikad baik? Juga apakah mereka berada dalam keadaan yang potensial terancam jiwa dan keselamatannya?" jelas Lies. Menurutnya, hal-hal tersebut perlu dipertimbangkan LPSK dalam menerima setiap permohonan perlindungan, sehingga dasar pemberian perlindungan bukan hanya karena kasus tersebut viral.

Sebelumnya, pada 8 Juni, Wakil Ketua LPSK, Sri Suparyati, di Bandung, Jawa Barat, menyatakan lembaganya menerima 3-4 permohonan baru untuk perlindungan saksi kasus Vina. Sri menyebut permohonan tersebut sudah masuk ke LPSK, tetapi belum diputuskan untuk dilakukan pendampingan karena masih dalam proses pendalaman dan harus diputuskan dalam sidang mahkamah LPSK.

Menurut Sri, penentuan disetujuinya permohonan untuk pendampingan LPSK memang membutuhkan waktu karena perlu asesmen psikologis dan melihat lebih detail terkait dengan keterangan yang disampaikan. Pada prinsipnya, Sri menekankan bahwa semua masyarakat memiliki hak untuk mengajukan pendampingan kepada LPSK, termasuk Pegi Setiawan yang ditetapkan sebagai tersangka. Namun, sejumlah proses harus sesuai dengan standardisasi LPSK sebelum diputuskan mendapatkan pendampingan.

“Semua punya hak, tetapi kami akan tetap melakukan proses sesuai dengan standardisasi LPSK sesuai prosedur. Jika tersangka mengajukan, kami harus melihat sejauh mana sifat keterangannya, apalagi jika dia sebagai pelaku utama, kami mesti melihatnya lebih detail lagi,” kata Sri.

Pendetailan keterangan dan posisi pemohon ini, menurut Sri, juga berlaku bagi delapan tersangka yang sedang dan sudah menjalani hukuman atas kasus yang terjadi delapan tahun lalu, pada 2016. (ant)
 
 
4o


Berita Lainnya