Metropolitan

Menguatkan Mitigasi Mandiri Hindari Kekerasan Domestik

Redaksi — Satu Indonesia
12 Desember 2023 10:52
Menguatkan Mitigasi Mandiri Hindari Kekerasan Domestik
Reaksi warga melihat kondisi rumah kontrakan tempat terjadinya kasus pembunuhan empat orang anak di Jagakarsa, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2023). (Foto: ANTARA)

JAKARTA - Berumah tangga bersama orang yang tepat akan membuat keluarga rasa surga, sebaliknya bila salah memilih pasangan rumah bisa bagai penjara. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) menjadi ancaman nyata bagi (khususnya) perempuan rendah diri, minim pendidikan, dan tak berpenghasilan. Menguatkan mitigasi mandiri dengan memperbaiki kepercayaan diri dan melakukan deteksi dini terhadap pribadi calon pasangan menjadi ikhtiar agar terhindar dari risiko kekerasan domestik.

Kasus KDRT terhadap istri yang dilanjutkan dengan pembunuhan empat anak kandung di Jagakarsa Jakarta Selatan sontak menggegerkan pemberitaan media dan membuat banyak orang geleng-geleng kepala hingga tak bisa berkata-kata. Bagaimana bisa seorang suami dan ayah mampu melakukan perbuatan sedemikian keji.

Kejadian itu merupakan puncak gunung es dari tingginya angka KDRT yang selama ini jarang diproses hukum sampai tuntas karena tergolong delik aduan karena korban enggan melapor atau pelapor sering mencabut laporan sebab lebih memilih jalan damai.

Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menyebutkan hingga Oktober 2022 sudah ada 18.261 kasus KDRT di seluruh Indonesia, sebanyak 79,5 persen atau 16.745 korban adalah perempuan. Selain itu, kasus sejenis juga menimpa laki-laki sebanyak 2.948 menjadi korban.

KDRT dengan locus delicti-nya sering terjadi di dalam rumah yang dianggap oleh orang sekitar sebagai masalah domestik, membuat korban kerap menghadapi bahaya sendirian. Maka upaya memperkuat mitigasi mandiri perlu dimiliki agar tidak menjadi korban dengan risiko fatal.

Sebelum bahaya kekerasan itu mengancam, sebenarnya perempuan sudah dapat menemukenali perangai calon pasangan, jauh sejak mereka dalam masa pendekatan atau pacaran. Saat pacaran biasanya orang cenderung jaim (jaga image) sehingga sifat aslinya sulit terdeteksi. Namun begitu, sepandai-pandainya orang melakukan pencitraan, akan ada momen ketika dia lepas kontrol dan terlihat sifat sebenarnya.

Itulah mengapa dibutuhkan waktu agak lama untuk dapat mengenali kepribadian seseorang guna memperoleh gambaran utuh termasuk bagaimana dia memiliki bahasa cinta dan gaya marah. Dengan menilai dua hal itu minimal sudah mendapat bocoran tentang perangai seseorang. Sesekali boleh juga menguji kesabarannya dengan menciptakan suasana yang tidak mengenakkan, lalu lihat reaksi dia. Bagaimana manajemen pengendalian emosi dan seperti apa marah terparahnya.

Selebihnya adalah upaya membangun hubungan berlandaskan kesetaraan, dengan tidak adanya pihak yang dirugikan, dibatasi, direndahkan, dan melakukan banyak hal dalam keterpaksaan. Singkatnya, jalinan hubungan sehat adalah ketika kedua pihak menjalaninya dalam kegembiraan, tidak ada tangis kesedihan di dalamnya.

Cinta hadir untuk membuat setiap penyandangnya bahagia, leluasa mengekspresikan, dan menjadi diri sendiri, serta memperoleh pasokan energi positif oleh karenanya. Bila yang anda rasakan sebaliknya, berarti itu bukan cinta dan segera menjauh dari bahaya yang bakal mendera.

 

Penuh kasih

Menjadi korban KDRT kemungkinan besar bermula dari salah pilih pasangan, akibat gagal mendeteksi potensi seseorang yang berbakat melakukan kekerasan. Carilah seseorang yang memiliki keahlian mengelola emosi, kelembutan hati, dan empati tinggi. Untuk mendapatkan pasangan (laki-laki) dengan kriteria itu, ada sejumlah indikasi yang bisa kita perhatikan.

- Hubungan dengan ibu. Sedekat apa hubungan dia dengan sang ibu, lihat sikap dan perlakuannya terhadap perempuan yang melahirkannya, apakah cukup hormat, patuh, dan tawaduk. Laki-laki yang hormat terhadap ibunya, biasanya juga akan menghormati perempuan yang menjadi pendamping hidupnya.

- Perlakuan kepada yang lemah. Selain kepada sosok ibu, selidiki juga bagaimana ketika dia berjumpa dengan orang lansia, penyandang disabilitas, warga miskin, dan golongan lemah lainnya. Apakah dia punya kemuliaan hati untuk berbagi baik rezeki, perhatian, dan kasih sayang.

- Kedekatan dengan anak-anak. Salah satu indikasi orang baik adalah gampang dikerumuni anak-anak kecil. Karena anak-anak itu lugu, polos, dan belum berdosa sehingga mereka memiliki kepekaan dalam memilih orang baik hati sebagai tempat bermanja dan menjadikannya teman bermain.

- Kecintaan pada hewan. Tak hanya kepada manusia, orang dengan ketulusan hati juga cinta terhadap satwa. Ia punya kekayaan hati yang tak habis dibagi kepada sesama, tetapi para binatang pun memperoleh limpahan kasih sayangnya.

- Etika di jalan raya. Poin ini untuk menguji kesabaran dan pengelolaan emosinya. Perhatikan cara dia berkendara, menginjak dan melepas rem, berpindah gigi, membunyikan klakson, apakah cukup lembut dalam melakukan itu semua. Bagaimana cara dia menyalip mobil lain, memberi kesempatan pada orang yang hendak menyeberang, mengalah pada kendaraan kedaruratan (ambulans, damkar). Jalan raya dengan beragam tingkah orang dalam berlalu-lintas menimbulkan tingkat stres yang tinggi. Untuk mengukur seseorang tergolong temperamental atau tidak, bisa diuji di jalan raya.

- Empati tinggi. Banyak hal-hal kecil tampak sepele tapi dapat dijadikan sarana untuk mengukur tingkat empati seseorang. Semisal, bagaimana responsnya ketika melihat tanaman di sekitar rumah mulai kering dan layu, apakah dia bergegas mencari air dan menyiram untuk menolongnya dari kematian. Apa dia punya kepedulian saat melihat orang membakar sampah di dekat pohon hidup atau menancapkan paku di batang pohon. Jika ia berempati pada penderitaan tumbuhan, sudah pasti orang itu tidak akan tega menyakiti sesama apalagi anggota keluarganya.

- Humoris. Orang yang memiliki selera humor yang baik, biasanya menjalani hidup dengan santai dan lebih rileks, jauh dari ketegangan. Bila ia menjadi seorang kepala keluarga, selera humornya dapat menularkan kegembiraan bagi anak istrinya.

Orang yang lulus dengan sejumlah penilaian di atas, kecil kemungkinan mampu melakukan kekerasan. Kesampingkan pertimbangan terkait harta-benda, rupa wajah, atau kedudukan sosial, pilihlah pria penuh kasih untuk menjadi teman hidup yang menyenangkan.

 

Mitigasi mandiri

“Tidak ada yang bisa membuat Anda merasa rendah diri kecuali Anda sendiri mengizinkannya”, begitu ungkapan populer Eleanor Roosevelt, mantan ibu negara AS, istri Presiden Frankin D. Roosevelt yang memerintah Amerika pada tahun 1933-1949.

Bagaimana perlakuan orang terhadap Anda amat dipengaruhi oleh sikap anda sendiri. Perempuan yang diremehkan dan disepelekan, mungkin efek dari sikap rendah dirinya. Istri yang mendapat perlakuan kasar dari suami, bisa jadi karena dia mengizinkan untuk diperlakukan demikian, dalam artian wanita itu terlalu mengalah dan tidak berusaha melakukan perlawanan.

Jodoh adalah cerminan dari diri kita. Jika saat ini Anda merasa bahwa sikap dan perilaku pasangan kurang menyenangkan, coba sejenak bercermin, barangkali ada hal dalam diri kita yang perlu diperbaiki. Karena konsepnya, orang baik akan berjodoh dengan orang baik, begitu pula sebaliknya.

Kemudian demi menghindari dominasi salah satu pihak, sejak awal konsep kesetaraan harus diberlakukan dalam hidup berumah tangga bersama pasangan. Jika tidak, akan ada pihak yang dominan dan berkuasa sementara pihak lain merasa tertindas dan menderita.

Untuk menjadi perempuan yang tidak mudah dianiaya dalam rumah tangga, niscaya harus menguatkan mitigasi mandiri dengan memiliki setidaknya beberapa hal berikut:

- Berpenghasilan. Jangan hanya puas dengan menengadah nafkah dari suami. Seberapa berhartanya dia, upayakan untuk tetap bekerja atau berkarya dan memiliki pendapatan sendiri. Bekerja tidak semata atas alasan uang tapi juga menopang tegaknya harga diri dan mempersempit celah untuk diremehkan. Nyatanya, banyak istri terpaksa bertahan dalam rumah tangga penuh kekerasan karena faktor ketergantungan ekonomi sehingga tidak mampu lepas dari suami meski sering disakiti.

- Pribadi tangguh. Meski memiliki pasangan, jangan terlalu mengandalkan banyak hal padanya hingga terkesan amat lemah dan kurang berguna. Tetaplah menjadi pribadi tangguh yang banyak bisa, memiliki keterampilan sosial, dan terus memperluas wawasan sehingga mampu mengambil sikap dalam kondisi dan situasi tertentu.

- Latihan bela diri. Miliki keahlian bela diri meski sekadar kemampuan dasar. Dalam kondisi terdesak setidaknya dapat melakukan pembelaan diri. Dengan memiliki keterampilan bela diri juga mampu menaikkan kepercayaan diri dan orang lain akan berpikir beberapa kali untuk menyakiti.

- Bersosialisasi dengan tetangga. Penting menjalin pergaulan baik dengan tetangga sekitar. Jika ada potensi terjadi KDRT di rumah, carilah dukungan dari lingkungan sekitar. Minimal bercerita kepada orang terdekat, agar mereka menaruh perhatian ketika sewaktu-waktu ada tanda-tanda ketidakberesan terjadi di rumah anda.

- Meloloskan diri. Bila benar-benar mengalami KDRT, lakukan perlawanan dan jangan hanya pasrah. Hindari ruang-ruang sempit seperti kamar mandi, gudang, atau tempat yang sekiranya membuat pelaku leluasa menyiksa dan Anda terpojok. Sedapat mungkin cepat lari keluar rumah agar pelaku segan melanjutkan aksinya dan Anda segera memperoleh pertolongan.

Sekali suami melakukan kekerasan, ada kecenderungan siklus kejahatan itu akan berulang. Tingkatkan kewaspadaan dan jangan gampang percaya bila dia seolah-olah telah berubah. Begitu kejadian keji terulang, pikirkan untuk mengevaluasi hubungan rumah tangga bermasalah itu.

Bercerai memang bukan hal yang baik tapi lebih buruk lagi mempertahankan rumah tangga penuh kekerasan karena anak-anak melewati proses tumbuh kembang di sana.

Jangan menunggu hingga meregang nyawa baru terlambat menyadari bahwa dia sungguh tidak pantas untuk dipertahankan! (ant)

 


Berita Lainnya