Nasional
Markusnya Tertangkap, MA Minta Kejati Jatim Segera Penjarakan Ronald Tannur
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) memberikan tanggapan atas pernyataan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur yang belum mengeksekusi vonis kasasi Gregorius Ronald Tannur karena alasan salinan putusan belum diterima. MA menegaskan eksekusi tidak harus menunggu salinan putusan resmi.
"Sebelumnya Kejari mengatakan belum bisa mengeksekusi karena belum menerima salinan putusan. Namun, eksekusi seharusnya tidak perlu menunggu salinan putusan. Dalam praktik sehari-hari, petikan putusan sudah cukup untuk dieksekusi," kata Juru Bicara MA, Hakim Agung Yanto, Sabtu (26/10/2024).
Menurut Yanto, Ronald Tannur sebenarnya bisa segera ditahan berdasarkan petikan putusan kasasi. Ia menambahkan, akan memakan waktu lama jika jaksa menunggu salinan putusan selesai. "Biasanya, petikan putusan dikeluarkan segera setelah sidang untuk mempercepat eksekusi. Sedangkan salinan putusan, karena memerlukan koreksi dari tiga hakim, bisa memakan waktu 2-3 minggu. Jadi, petikan seharusnya cukup untuk eksekusi tanpa perlu menunggu salinan," tegasnya.
"Ini adalah praktik sehari-hari. Saya heran mengapa masih menunggu salinan putusan, padahal petikannya sudah dikirim. Jangan sampai masyarakat bingung karena prosesnya terlihat lamban," lanjut Yanto. Sebelumnya, MA telah membatalkan vonis bebas terhadap Gregorius Ronald Tannur dan menjatuhkan hukuman lima tahun penjara atas kasus dugaan pembunuhan terhadap Dini Sera. Keputusan ini diumumkan sehari sebelum tiga hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya ditangkap oleh Kejaksaan Agung.
Kejati Jawa Timur menyatakan hingga saat ini belum menerima salinan putusan kasasi tersebut sehingga belum dapat melakukan eksekusi. Kepala Kejati Jatim, Mia Amiati, menyebutkan pihaknya sudah berusaha mengunduh salinan dari direktori putusan MA namun belum berhasil, karena putusan belum diunggah. "Kami akan langsung eksekusi begitu salinan putusan kami terima," ujar Mia.
Sambil menunggu salinan putusan kasasi, Kejati Jatim berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk memastikan bahwa Ronald tetap berada di Indonesia. Dalam perkembangan kasus ini, mantan hakim dan pejabat MA, Zarof Ricar (ZR), yang diduga terlibat sebagai perantara alias makelar kasus atau markus, menghadapi ancaman hukuman hingga 20 tahun penjara dengan beberapa pasal berlapis.
Kejaksaan Agung, melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), menetapkan ZR sebagai tersangka berdasarkan Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain ZR, pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, juga ditetapkan sebagai tersangka dengan ancaman hukuman hingga lima tahun penjara.
ZR dan Lisa Rahmat diduga bekerja sama dalam upaya suap untuk mendapatkan vonis bebas bagi Ronald, yang merupakan anak anggota DPR, terkait kasus dugaan penganiayaan terhadap kekasihnya hingga tewas. Direktur Penyidikan Jampidsus, Abdul Qohar, menyatakan bahwa Lisa Rahmat meminta bantuan ZR agar hakim agung MA memberikan vonis bebas. Sebagai imbalan, LR menjanjikan Rp5 miliar untuk hakim agung yang menangani kasus ini, sedangkan ZR dijanjikan fee sebesar Rp1 miliar.
ZR ditetapkan sebagai tersangka setelah ditemukan bukti awal yang cukup terkait dugaan tindak pidana korupsi. Kasus ini terungkap setelah operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tiga hakim PN Surabaya pada Rabu (23/10/2024). Ketiga hakim yang ditangkap adalah Erintuah Damanik (Ketua Majelis Hakim), serta Mangapul dan Heru Hanindyo (Hakim Anggota), bersama dengan Lisa Rahmat yang juga ditangkap di Jakarta.
Dalam kasus suap ini, Lisa Rahmat dikenai sejumlah pasal terkait tindak pidana korupsi, sementara para hakim yang menerima suap dikenai pasal berlapis sesuai dengan Undang-Undang Tipikor dan KUHP. Ketiganya sebelumnya menjatuhkan vonis bebas kepada Gregorius Ronald Tannur. (dan)