Nasional
Mahfud MD Sebut Kasus Tom Lembong Sarat Politis, Alasannya Masuk Akal
JAKARTA - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, mengungkapkan kasus impor gula yang melibatkan mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong), sangat sarat politis. Menurut Mahfud, kasus ini terkesan dipolitisasi, mengingat penyalahgunaan wewenang dalam kebijakan impor gula tersebut sudah terjadi sejak lama, namun baru dipersoalkan saat ini.
"Ini saya lihat yang Tom Lembong ini loh, politisasi, dipolitisir," ujar Mahfud dalam diskusi virtual bertajuk Ragu Kebijakan Pemberantasan Korupsoli, Kamis (21/11/2024).
Mahfud menjelaskan bahwa kebijakan impor gula yang diambil Tom Lembong sudah berlangsung cukup lama. Jika memang kebijakan tersebut salah, Mahfud mempertanyakan mengapa hal itu baru dipermasalahkan sekarang. Ia juga menyoroti bahwa setelah Tom Lembong, ada empat menteri lainnya yang melakukan kebijakan serupa.
"Tom Lembong membuat kebijakan itu sudah lama. Seumpama pun salah, kenapa dibiarkan? Setelah dia, ada empat menteri lagi yang melakukan hal yang sama. Ini menurut saya lebih kepada politisasi, bukan kriminalisasi," tambah Mahfud.
Lebih lanjut, Mahfud mengatakan bahwa jika proses hukum terhadap Tom Lembong berjalan dengan baik, maka kemungkinan akan ada tindakan hukum lanjutan berdasarkan laporan dari Kejaksaan Agung. Namun, hingga saat ini, menurut Mahfud, belum ada penjelasan yang jelas mengenai kerugian negara yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut.
"Unsur kerugian negara belum diumumkan, bukan belum ditemukan. Dia memang memperkaya orang lain, tapi apakah itu kerugian negara, itu yang belum jelas," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) menegaskan penanganan kasus korupsi yang melibatkan Tom Lembong adalah murni bagian dari penegakan hukum. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Harli Siregar, menegaskan bahwa proses hukum terhadap Tom Lembong terkait impor gula pada 2015-2016 tidak ada kaitannya dengan politisasi.
"Dalam penanganan perkara impor gula tahun 2015-2016, tidak ada politisasi hukum. Ini murni penegakan hukum berdasarkan bukti permulaan yang cukup," ujar Harli, di Kejagung, Rabu (30/10/2024). (dan)