Nasional
Komnas HAM Prihatin 10 Korban Jiwa dalam Unjuk Rasa, Ribuan Ditangkap

JAKARTA — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) bersama sejumlah lembaga negara HAM menyatakan keprihatinan atas jatuhnya korban dalam aksi unjuk rasa di berbagai daerah. Hingga kini tercatat 10 orang meninggal dunia, sebagian diduga kuat akibat kekerasan dan penyiksaan oleh aparat. Selain itu, ribuan orang ditangkap dan ratusan lainnya mengalami luka-luka.
Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (2/9/2025), menyampaikan korban meninggal berasal dari sejumlah daerah, yaitu Affan Kurniawan dan Andika Lutfi Falah (Jakarta), Rheza Sendy Pratama (Yogyakarta), Sumari (Surakarta), Saiful Akbar, Muhammad Akbar Basri, Sarina Wati, dan Rusmadiansyah (Makassar), Iko Juliant Junior (Semarang), serta Septinus Sesa (Manokwari). Sementara itu, seorang korban bernama Budi Haryadi di Makassar dilaporkan masih tidak sadarkan diri.
Komnas HAM menemukan aparat keamanan menggunakan pendekatan represif dalam mengamankan aksi, termasuk menembakkan gas air mata dan melakukan kekerasan fisik. “Banyak demonstran mengalami luka-luka serius akibat pendekatan yang tidak humanis,” kata Anis. Dari catatan hingga 1 September, terdapat 1.683 orang ditangkap dan ditahan oleh Polda Metro Jaya sejak aksi berlangsung pada 25 Agustus. Di Bandung, 429 orang dilaporkan luka, 46 diantaranya masih dirawat. Di Surakarta, 89 orang ditangkap dan beberapa telah ditetapkan tersangka.
Komnas HAM juga menerima 28 aduan, mayoritas terkait dugaan penangkapan sewenang-wenang. Komisioner Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menambahkan bahwa pembatasan internet dan penyitaan perangkat komunikasi semakin menyulitkan korban, terutama perempuan, untuk mendapatkan bantuan dan mendokumentasikan kekerasan. Ia menilai pemeriksaan tanpa akses pendamping hukum, termasuk terhadap anak, merupakan pelanggaran konstitusi dan instrumen HAM internasional.
Komnas Perempuan menyerukan agar negara menghentikan penggunaan kekerasan berlebihan, penangkapan tanpa prosedur, serta pembatasan informasi publik. Aparat TNI juga diminta tidak mencampuri urusan sipil, sementara masyarakat diimbau tidak melakukan tindakan anarkistis.
Komisi Nasional Disabilitas turut menyampaikan kekhawatiran. Komisioner Fatimah Asri Mutmainah menilai kerusuhan berpotensi meningkatkan risiko bagi penyandang disabilitas karena keterbatasan akses evakuasi dan perlindungan. “Kekerasan massa juga dapat menimbulkan disabilitas baru,” ujarnya.
Terkait kasus meninggalnya Affan Kurniawan, anggota Komnas HAM Saurlin P. Siagian menyebut tujuh personel Brimob yang terlibat akan diproses etik maupun pidana oleh Bareskrim Polri. Komnas HAM juga melakukan penyelidikan independen dengan memeriksa personel terlibat serta mengumpulkan rekaman kamera pemantau dan percakapan internal dalam kendaraan taktis. “Hal ini penting untuk mengungkap keseluruhan fakta,” kata Saurlin. (sa)