Nasional
Kawal! 8 Oktober Sidang Perdana ”G30S Jokowi”
JAKARTA – Tim Advokasi Masyarakat Anti Kebohongan (TAMAK) resmi mendaftarkan gugatan terhadap Presiden Joko Widodo, yang dikenal dengan sebutan G30S Jokowi. Berdasarkan informasi yang dihimpun dari media sosial pada Selasa (1/10/2024), perkara ini telah masuk ke dalam daftar gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan nomor perkara 611/Pdt.G/2024/PN Jkt.Pst.
Gugatan yang diajukan pada Senin, 30 September 2024, diajukan oleh sejumlah tokoh, yakni Habib Rizieq Syihab, Mayjen TNI (Purn) Soenarko MD, Eko Santjojo, S.H., M.H., Edy Mulyadi, Drs. H. M. Mursalim R, Marwan Batubara, dan Munarman, S.H. Sementara itu, pihak penggugat diwakili oleh kuasa hukum Dwi Heriadi, S.H.
Sidang perdana atas gugatan ini dijadwalkan akan berlangsung pada 8 Oktober 2024, pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. TAMAK juga mengajak masyarakat untuk mengawal proses hukum tersebut agar keadilan bisa ditegakkan dan masyarakat yang merasa dirugikan mendapatkan haknya.
Perbuatan Melawan Hukum
Dalam pernyataan resminya, TAMAK menyebut gugatan ini didasari oleh dugaan rangkaian kebohongan yang dilakukan oleh Joko Widodo selama periode 2012-2024, mulai dari saat menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, calon presiden pada Pemilu 2014 dan 2019, hingga menjadi Presiden RI.
"Rangkaian kebohongan ini dianggap telah disusun untuk pencitraan, menutupi kelemahan, serta kegagalan kebijakan. Lebih berbahaya lagi, kebohongan ini diduga dilakukan dengan menyalahgunakan mekanisme dan sarana ketatanegaraan," tulis TAMAK dalam rilis persnya.
Rincian Gugatan
Beberapa poin utama dalam gugatan tersebut meliputi tuduhan bahwa Presiden Joko Widodo telah:
Berbohong soal komitmennya untuk menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta selama satu periode penuh (lima tahun) dan tidak akan "lompat" ke posisi lain.
Menyampaikan informasi tidak akurat terkait pesanan 6.000 unit mobil Esemka.
Berjanji untuk tidak mengambil pinjaman luar negeri namun kenyataannya justru berutang ke negara asing.
Menjanjikan swasembada pangan yang tidak terwujud.
Menyatakan tidak akan menggunakan APBN untuk membiayai proyek infrastruktur seperti Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC).
Mengklaim adanya uang senilai Rp11.000 triliun di kantongnya.
TAMAK menilai bahwa rangkaian pernyataan tersebut hanyalah kebohongan yang merugikan masyarakat dan negara. Oleh karenanya, dalam petitum gugatannya, TAMAK meminta agar pengadilan memerintahkan Presiden Joko Widodo untuk:
Membayar ganti rugi materiil sebesar total utang luar negeri Indonesia selama masa jabatannya, yang nantinya akan disetorkan ke kas negara.
Memerintahkan negara agar tidak memberikan fasilitas rumah untuk Joko Widodo setelah ia pensiun sebagai mantan presiden.
Tidak memberikan tunjangan pensiun kepada Joko Widodo.
Masyarakat Diminta Kawal
TAMAK menegaskan langkah hukum ini diambil bukan hanya untuk menuntut ganti rugi, tetapi juga untuk mengingatkan seluruh pemangku kebijakan di masa mendatang agar senantiasa berlaku jujur dalam menjalankan amanat rakyat.
"Walaupun gugatan yang kami ajukan tidak sebanding dengan kerugian negara akibat rangkaian kebohongan ini, kami berharap langkah ini dapat menjadi pengingat bagi pemimpin dan penguasa yang akan datang untuk mengedepankan nilai-nilai kejujuran," tulis TAMAK.
Dengan momentum ini, TAMAK mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk terus memantau dan memberikan dukungan, baik melalui opini maupun desakan kepada penegak hukum, agar keadilan dapat ditegakkan. (mul)